"Pemanfaatan Pseudomonas Aeruginosa Sebagai Agen Pengendali Hayati"

copyright"ruangpertanian"@2014
---------------------------------------------------------------------------------------------

BAB I
PENDAHULUAN


       a. Latar Belakang

      Pseudomonas merupakan genus dari gammaproteobacteria aerobik Gram negatif ,milik keluarga Pseudomonadaceae mengandung 191 spesies secara sah dijelaskan. Para anggota dari genus menunjukkan banyak keragaman metabolisme , dan akibatnya dapat menjajah berbagai niche .Mereka kemudahan kultur in vitro dan ketersediaan peningkatan jumlah Pseudomonas urutan regangan genom telah membuat genus fokus yang sangat baik untuk penelitian ilmiah , spesies terbaik dipelajari meliputi P. aeruginosa dalam perannya sebagai patogen manusia oportunistik , tanaman patogen P. syringae , bakteri tanah P. putida , dan pertumbuhan tanaman P. fluorescens mempromosikan.

     Karena terjadinya secara luas dalam air dan dalam bibit tanaman seperti dikotil , pseudomonad diamati di awal sejarah mikrobiologi . The Pseudomonas nama generik diciptakan untuk organisme ini didefinisikan dalam istilah agak kabur oleh Walter Migula pada tahun 1894 dan 1900 sebagai genus dari Gram - negatif , bakteri berbentuk batang dan kutub - flagela dengan beberapa spesies bersporulasi ,  yang terakhir pernyataan itu kemudian terbukti tidak benar dan karena butiran bias bahan cadangan .Meskipun deskripsi samar-samar , spesies jenis , Pseudomonas pyocyanea ( basonym Pseudomonas aeruginosa ) membuktikan deskripsi terbaik.

      Agens hayati menurut FAO (1988) adalah mikroorganisme, baik yang terjadi secara alami seperti bakteri, cendawan, virus dan protozoa, maupun hasil rekayasa genetik (genetically modified microorganisms) yang digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Pengertian ini hanya mencakup mikroorganisme, padahal agens hayati tidak hanya meliputi mikroorganisme, tetapi juga organisme yang ukurannya lebih besar dan dapat dilihat secara kasat mata seperti predator atau parasitoid untuk membunuh serangga. Dengan demikian,pengertian agens hayati perlu dilengkapi dengan kriteria menurut FAO (1997), yaitu organisme yang dapat berkembang biak sendiri seperti parasitoid, predator, parasit, artropoda pemakan tumbuhan, dan patogen.

       Dewasa ini tuntutan masyarakat akan produk tanaman yang berkualitas, ekonomis, serta aman dikonsumsi semakin tinggi. Produk tanaman seperti ini dapat diperoleh dengan menerapkan budidaya tanaman yang sehat, antara lain dengan penggunaan agens hayati sebagai sumber pengendalian hama dan penyakit. Indonesia merupakan negara yang dikenal mempunyai sumber kekayaan hayati yang sangat besar, bahkan merupakan negara kedua di dunia, setelah Brazil (Dibiyantoro, 2005). Namun di Negara Brazil, perlindungan terhadap kekayaan hayati jauh lebih baik karena Undang-undang yang ada selalu dapat diberlakukan bagi penduduk maupun pendatang/turis yang akan memanfaatkannya. Sedangkan di Indonesia kekayaan hayati yang sangat potensial ini belum sepenuhnya ditingkatkan daya gunanya bagi kepentingan pertanian.

     Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) mempunyai arti penting bagi masyarakat, karena dapat menimbulkan kerusakan serta kerugian pada tanaman atau hasil olahannya. Pada umumnya petani menggunakan pestisida kimia untuk menekan kerusakan tanaman tersebut, karena dianggap lebih cepat memberikan efek hasil, mudah diaplikasikan serta mudah untuk mendapatkannya. 

       b. Tujuan

   Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui Pemanfaatan Pseudomonas Aeruginosa Sebagai Agen Pengendali Hayati dan mekanismenya.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

        Penggunaan agen pengendali hayati dalam mengendalikan OPT semakin berkembang, karena cara ini lebih unggul dibanding pengendalian berbasis pestisida kimia. Beberapa keunggulan tersebut adalah: 1) Aman bagi manusia, musuh alami dan lingkungan, 2) dapat mencegah ledakan hama sekunder; 3) produk pertanian yang dihasilkan bebas dari residu pestisida; 4) terdapat disekitar pertanaman sehingga dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap pestisida sintetis; dan 5) menghemat biaya produksi karena biaya aplikasi cukup dilakukan satu atau dua kali dalam satu kali musim panen. Agen pengendali hayati ini dapat berupa bakteri, jamur, actinomycetes ataupun virus (Hanudin et al., 2010).
Agen pengendali hayati golongan bakteri dalam mengendalikan patogen pada dasarnya
memiliki 3 mekanisme yaitu:

  1. Hiperparasitisme: terjadi apabila organisme antagonis memparasit organisme parasit (patogen tumbuhan)
  2. Kompetisi ruang dan hara: terjadi persaingan dalam mendapatkan ruang hidup dan hara seperti karbohidrat, Nitrogen, ZPT dan vitamin.
  3. Antibiosis: terjadi penghambatan atau penghancuran suatu organisme oleh senyawa metabolik yang diproduksi oleh organisme lain (Anonim, 2009).
        Biakan P. aeruginosa dimudakan dengan metode pure plate pada media King’s B yang mengandung 1 ppm kloramfenicol dan diinkubasikan selama 24-48 jam. P. aeruginosa dengan kerapatan tertinggi diperbanyak dalam 500 ml media pepton glucose cair. Sebelum digunakan P. aeruginosa diencerkan dengan air steril sampai volume 2500 ml (Mukaromah, 2005). Sebagai agen pengendali hayati, P. aeruginosa dapat diaplikasikan pada tanah, biji (Azadeh dan Meon, 2009).

        Kemampuan Pseudomonas flourescens menekan populasi patogen diasosiasikan dengan kemampuan untuk melindungi akar dari infeksi patogen tanah dengan cara mengkolonisasi permukaan akar, menghasilkan senyawa kimia seperti antijamur dan antibiotik serta kompetisi dalam penyerapan kation Fe (Supriadi, 2006). Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa Pseudomonas flourescens dapat mengendalikan : penyakit layu fusarium pada tanaman pisang (Djatnika I,2003); penyakit virus kuning pada tanaman cabai (Yulmira Y, 2009); penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada tanaman kacang tanah (Suryadi, Y, 2009).


----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

BAB III
PEMBAHASAN


  1. Peranan Pseudomonads Fluorescens dalam pengendalian biologi
   Pseudomonas terbagi atas grup, diantaranya adalah sub-grup berpendarfluor  (Fluorescent) yang dapat mengeluarkan pigmen phenazine (Brock & Madigan 1988). Kebolehan menghasilkan pigmen phenazine juga dijumpai pada kelompok tak berpendarfluor yang disebut sebagai spesies Pseudomonas multivorans. Sehubungan itu maka ada empat spesies dalam kelompok  Fluorescent yaitu  Pseudomonas aeruginosa, P. fluorescent, P. putida, dan P. multivorans (Stanier et al 1965). Pseudomonas sp. telah diteliti sebagai agen pengendalian hayati penyakit tumbuhan (Hebbar et al. 1992; Weller 1983).

       Diseluruh dunia perhatian kepada golongan bakteri Pseudomonas sp. ini dimulai dari penelitian yang dilakukan di University of California, Barkeley pada tahun 70-an. Burr et al (1978) dan Kloepper et al (1980) mengatakan bahwa strain P.fluorescens dan P. putida yang diaplikasikan pada umbi kentang telah menggalakkan pertumbuhan umbi kentang. Schroroth dan Hancock (1982) mengatakan bahwa Pseudomonad pendarfluor meningkatkan hasil panen umbi kentang 5-33%, gula beet 4-8 ton/ha. dan menambah berat akar tumbuhan radish 60-144%. Strain ini dan strain-strain yang sama dengannya disebut sebagai rizobakteri perangsang per tumbuhan tanaman (Plant Growth-Promoting Rhizobacteria, PGPR). Sebutan sebagai rizobakteri pada bakteri Pseudomonas sp. sehubungan dengan kemampuannya mengkoloni  disekitar akar dengan cepat (Schroroth & Hancock 1982).

        Kloepper dan Schroth (1978) mengatakan bahwa kemampuan PGPR sebagai agen pengendalian hayati adalah karena kemampuannya bersaing untuk mendapatkan zat makanan, atau karena hasil-hasil metabolit seperti siderofor, hidrogen sianida, antibiotik, atau enzim ekstraselluler yang bersifat antagonis melawan patogen (Kloepper & Schroth. 1978; Thomashow & Weller 1988; Weller 1988). Wei et al. (1991) mengatakan bahwa perlakuan benih timun menggunakan strain PGPR menyebabkan ketahanan sistemik terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan Colletotrichum arbiculare. Alstrorn (1991) menyebutkan aplikasi P.fluorescens strain S97 pada benih kacang telah menimbulkan ketahanan terhadap serangan penyakit hawar disebabkan P. syringe pv. phaseolicola. Maurhofer et al. (1994) mengatakan  P. fluorescens strain CHAO menyebabkan ketahanan pada tumbuhan tembakau terhadap serangan virus nekrotik tembakau.

        Baru-baru ini telah dibutikan bahwa Pseudomonas sp. dapat menstimulir timbulnya ketahanan tanaman terhadap infeksi jamur patogen akar, bakteri dan virus (Van Peer et al 1991; Wei et al. 1994; Zhou et al. 1992; Alstrom 1991).Voisard et al (1989) mendapati bahwa sianida yang dihasilkan  P. fluorescens stroin CHAO merangsang pembentukan akar rambut pada tumbuhan tembakau dan menekan pertumbuhan Thielaviopsis basicola penyebab penyakit busuk akar, diduga bahwa sianida mungkin penyebab timbulnya ketahanan sistemik (ISR). Maurhofer et al (1994) mengatakan bahwa siderofor pyoverdine dari P. fluorescens strain CHAO adalah sebab timbulnya ketahanan sistemik pada tumbuhan tembakau terhadap infeksi virus nekrosis tembakau.

        Perlakuan bakteri pada benih tumbuhan lobak dan umbi kentang menggunakan P. fluorescens strain WCS374 menunjukkan pengaruh pertumbuhan yang nyata (Geels & Schippers 1983). Sedangkan P. putida strain WCS374 telah meningkatkan pertumbuhan akar dan produksi umbi kentang (Baker et al 1987; Geels & Schippers 1983). Leemon et al. (1995) mengatakan bahwa siderofor dari P. fluoresces WCS374 dapat berperan sebagai perangsang pertumbuhan tumbuhan dan menekan pertumbuhan F. oxysporon f sp. raphani penyebab penyakit layu Fusarium pada tumbuhan lobak. Hambatan terhadap penyakit layu Fusarium pada tumbuhan carnationdiduga disebabkan persaingan terhadap unsur besi (Duijff 1993).

        Wei et al. (1991) mengatakan bahwa ketahanan sistemik akan terjadi pada timun terhadap infeksi Colletotrichum orbiculare setelah inokulasi benih timun dengan strain PGPR. Alstrom (1991) mengatakan bahwa perlakuan benih kacang dengan P. fluorescens strain S97 menyebabkan ketahanan sistemik terhadap infeksi Pseudomonas syringae pv. phaseolicola. Zhou et al. (1992) dan Zhou dan Paulitz (1994) mengntakan bahwa strain  Pseudomonas sp. menyebabkan ketahanan sistemik tumbuhan timun terhadap Pythium aphanidetmatum. Contoh-contoh PGPR yang mampu berperan sebagai agen penyebab ketahanan sistemik tersebut di atas adalah karena perlakuan akar, tanah, atau biji dengan rizobakteri.

     Mekanisme kerja dari agen pengendalian hayati umumnya digolongkan sebagai persaingan zat makanan, parasitisme, dan antibiosis (Fravel 1988; Weller 1988). Peranan antibiotik dalam pengendalian hayati telah dikaji oleh Siminoff dan Gottlieb (1951). Penelitian mereka menunjukkan bahwa kemampuan Streptomyces griseuspengeluar antibiotik streptomisin dan strain mutasi yang tidak menghasilkan antibiotik dalam menekan pertumbuhan Bacillus subtilis temyata tidak berbeda tingkat antagonisnya, penelitian ini telah membuat Siminoff dan Gottlieb (1951) berkesimpulan bahwa antibiotik bukan satu-satunya penyebab timbulnya antagonis.

       Kemajuan dalam rekayasa genetik telah membolehkan penelitian terhadap mutan dijalankan dengan lebih akurat dan terperinci sehingga banyak hipotesis tentang antibiotik telah dibuktikan, misalnya Pseudomonas fluorescens adalah agen pengendalian hayati penyakit  take-all pada gandum yang disebabkan Gaeumannomyces graminis var. tritici. Bakteri ini terbukti menghasilkan antibiotik phenazin yang menekan pertumbuhan  G. graminis dalam pengendalian hayati (Thornashow & Weller 1987; Thomashow et al. 1986; Weller et al. 1985).

        2. Patogen Yang Dapat Dikendalikan Dengan P. Aeruginosa

        Menurut Mansoor et al. (2007), berdasarkan uji invitro aplikasi P. aeruginosa dapat menghambat diameter pertumbuhan Macrophomina phaseoilina, Rhizoctonia solani dan Fusarium oxysporum dengan menghasilkan zone penghambatan secara berturut-turut 2, 6, dan 10 mm. P. aeruginosa 7NSK2 mampu menginduksi ketahanan tanaman buncis terhadap Botrytis cinerea dan Colletotrichum lindemuthianum dan menginduksi ketahanan tanaman tembakau terhadap TMV (Meyer dan Hofte, 1997; Van Loon et al., 1998). Menurut Mukaromah (2005), introduksi P. aeruginosa dan cacing merah dapat menurunkan tingkat keparahan penyakit pada tembakau yang diintroduksi virus CMV. Penelitian lain menyatakan, P.aeruginosa strain UPM P3 berpotensi menekan pathogen Ganoderma boninense, penyebab penyakit busuk batang Basal Stem Rot (BSR) pada kelapa sawit (Azadeh dan Meon, 2009). Hasil penelitian Saikia et al. (2006) menunjukkan bahwa P. aeruginosa dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman padi dan menekan penyakit hawar daun yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani. Produk biologi yang mengandung pyoverdin dan asam salisilat yang dihasilkan oleh P. aeruginosa PSS sangat efektif melawan Paeronospora tabacina pada pertanaman tembakau, Alternaria solani pada tomat, Pseudoperenospora cubensis pada mentimun (Fallahzadeh et al., 2010).

       3. Karakteristik Bakteri

          Pseudomonas Sp merupakan bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon. Keberhasilan penggunaan bakteri Pseudomonas dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran hidrokarbon membutuhkan pemahaman tentang mekanisme interaksi antara bakteri Pseudomonas sp dengan senyawa hidrokarbon. Kemampuan bakteri Pseudomonas sp. IA7D dalam mendegradasi hidrokarbon dan dalam menghasilkan biosurfaktan menunjukkan bahwa isolat bakteri Pseudomonas sp IA7D berpotensi untuk digunakan dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran hidrokarbon.

         P. aeruginosa adalah bakteri dalam klas Gama proteobacteria, ordo Pseudomonadales, family Pseudomonadaceae, genus Pseudomonas. Bakteri ini memiliki ciri-ciri: gram negatif, aerob, berbentuk batang lurus atau lengkung, berukuran 0,5 – 0,8 μm x 1,5 – 3 μm, suhu optimum untuk pertumbuhan 37 ºC dan mampu tumbuh sampai suhu 42 ºC (Todar, 2008). Bakteri ini dapat ditemukan satu-satu, atau berpasangan, dan kadang-kadang membentuk rantai pendek, tidak mempunyai spora, tidak mempunyai selubung, serta mempunyai flagel monotrika (flagel tunggal pada kutub) sehingga selalu bergerak (Lubis, 2005). P. aeruginosa hidup bebas, umumnya ditemukan di tanah atau di air. Sampel klinis dari isolat tanah atau air menghasilkan dua tipe koloni yang halus. Tipe pertama memiliki tampilan seperti telur goreng yang besar dan halus, dengan tepi rata dan permukaan timbul. Tipe kedua memiliki tampilan berlendir yang disebabkan oleh produksi lendir alginate. Strain P. aeruginosa menghasilkan dua pigmen larut air, yaitu pigmen flouresen pyoverdin dan pigmen biru pyocianin (Todar, 2008). Bakteri golongan Pseudomonas ini meberikan hasil tes positif pada uji oksidase dan katalase (Azadeh dan Meon, 2009).



----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB IV
PENUTUP



    a. kesimpulan     

 Pseudomonas Sp merupakan bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon. Keberhasilan penggunaan bakteri Pseudomonas dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran hidrokarbon membutuhkan pemahaman tentang mekanisme interaksi antara bakteri Pseudomonas sp dengan senyawa hidrokarbon. Kemampuan bakteri Pseudomonas sp. Mekanisme pengendalian penyakit oleh golongan bakteri ini bersifat langsung dan tidak langsung dengan memasukkan sintesis dari beberapa metabolit (auksin, sitokinin dan giberelin), menginduksi 1-aminocyclopropane-1-carbocylate (ACC), diaminase, memproduksi siderophore, antibiotik, HCN dan senyawa volatile.






---------------------------------------------------------------------------------------------

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Bakteri antagonis Corynebacterium yang ramah lingkungan. Available at:http://bakteri-       antagonis-corynebacterium-yang.html. Accessed Jan. 31, 2011.

Adesemoye, A.O. and E.O. Ugoji. 2008. Evaluating Pseudomonas aeruginosa as plant growth promoting rhizobacteria in West Africa. Available http://rvrmoorthy.tripod.com/crop_protection.pdf. Accessed Jan. 17, 2011.

Azadeh, B.F. dan S. Meon. 2009. Molecular characterization of Pseudomonas aeruginosa UPM P3 from oil palm rhizosphere. Available at: http://www.scipub.org/fulltext/ajas/ajas6111915-1919.pdf. Accessed Jan. 17, 2011.

Chivasa, S., A.M. Murphy, M. Naylor dan J.P. Carr. 1997. Salicylic acid interferst with Tobacco mosaic virus replication via a novel salicylhydroxamic acid-sensitive mechanism. Plant cells 9: 547-557.

Fallahzadeh, V. , Ahmadzadeh, M. dan Sharifi, R. 2010. Growth and pyoverdine production kinetics of Pseudomonas aeruginosa 7NSK2 in an experimental fermentor. Available at: http://www.bashanfoundation.org/dilantha/dilanbiocontrol.pdf. Accessed Jan. 17, 2011.
FAO. 1997. Code of conduct for the import and release of exotic biological control agents.Biocontrol News and Information 18(4): 119N−124N.

FAO. 1988. Guidelines for the Registration of Biological Pest Control Agents. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. 7 pp.

Hanudin, E. Sutarya, S. Mihardja, dan I. Sanusie. 2010. Mikroba Antagonis sebagai Agen Hayati Pengendali Penyakit Tanaman. Available at: http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr262044.pdf. Accessed Jan. 26, 2011.

Lubis, S. 2005. Pseudomonas aeruginosa; karakteristik, infeksi, dan penanganan. Availableat:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3507/1/05010683.pdf. Accessed Jan. 17, 2011.

Mansoor, F., V. Sultana, and S.E. Haque. 2007. Enhancement of Biocontrol Potential of Pseudomonas aeruginosa and Paecilomyces lilacinus against root rot of Mungbean by a medicinal plant Launaea nudicaulis L. Available at: http://www.pakbs.org/pjbot/PDFs/39%286%29/PJB39%286%292113.pdf. Accessed Jan. 17, 2011.

Mukaromah, F. 2005. Hubungan antara Populasi Afid dengan Kejadian Penyakit CMV pada Tembakau H382 yang Diintroduksi Bakteri Pseudomonas aeruginosa, Cacing Merah (Lumbricus rubellus) dan Virus CMV-48. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Jember.

Saikia, R., R. Kumar, D.K. Arora, , D.K . Gogoi, and P. Azad. 2006. Pseudomonas aeruginosa inducing rice resistance againts Rhizoctonia solani : Production of Salicylic acid and Peroxidases. Available at: http://www.biomed.cas.cz/mbu/folia.
Accessed Jan. 17, 2011. Todar, K. 2008. Pseudomonas aeruginosa. Available at: http://www.textbookofbacteriology.net/pseudomonas.html . Accessed Jan. 13, 2010.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.