Budidaya Tanaman
Hama Tanaman
HAMA PADA TANAMAN KEDELAI DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam pertanian, hama
adalah organisme pengganggu tanaman yang menimbulkan kerusakan secara fisik,
dan ke dalamnya praktis adalah semua hewan yang menyebabkan kerugian dalam
pertanian. Serangga termasuk bagian dari hama yang merupakan kelompok organisme
yang paling beragam jenis dan selalu mendominasi populasi mahluk hidup di muka
bumi, baik yang hidup di bawah,pada dan di atas permukaan tanah. Oleh karena
itu hampir semua jenis tanaman baik yang dibudidayakan maupun yang berfungsi
sebagai gulma selalu diganggu oleh kehadiran serangga hama tersebut. Dengan
demikian dalam proses produksi , masalah hama tersebut tidak bisa diabaikan,
karena akan mempengaruhi produksi secara kualitatif maupun kuantitatif dan
mampu merurunkan produksi sebesar 20,7%, bahka menyebabkan kegagalan panen,
kalau tidak dilakukan pengendalian secara efektif.
Untuk mengendalikan hama harus
digunakan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Dalam konsep tersebut,
pengendalian hama dengan insektisida merupakan salah satu taktik yang digunakan
bilamana perlu serta diintegrasikan dengan taktik pengendalian lain. Tujuan
pengendalian adalah untuk memaksimumkan keuntungan pendapatan, targetnya adalah
beberapa jenis hama, dasar yang digunakan adalah ambang kendali hama, dan
caranya adalah dengan menurunkan kepadatan populasi hama melalui berbagai
taktik pengendalian.
Hama
merupakan salah satu kendala dalam usaha meningkatkan hasil panen kedelai. Ada
111 jenis hama kedelai yang telah diketahui di lndonesia, beberapa di antaranya
adalah hama pemakan daun. Hama pemakan daun yang berstatus penting atau agak
penting ada empat jenis yakni kumbang daun (Phaedonia inclusa Stal.),
penggulung daun (Lamprosema indicata F.), ulat iengkal (Chrysodeixis chalcites
Curt,), dan ulat grayak Spodoptera litura F.). Kerusakan daun akibat
serangan hama pemakan daun mengganggu proses fotosintesis yang akhirnya
mengakibatkan kehilangan hasil panen.
Dalam konsep PHT, ada empat
elemen yang mendasari komponen pengendalian hama, yakni bioekologi,
pengendalian alamiah, ambang kendali, dan teknik penarikan contoh populasi
hama. Di dalam makalah ini, keempat elemen tersebut akan dibahas sebagai dasar
untuk menentukan komponen pengendalian hama pemakan daun kedelai. Sumber data
yang digunakan dalam penyusunan makalah ini diperoleh dari hasil penelitian dan
penelaahan pustaka.
BAB II
HAMA PENTING TANAMAN KEDELAI
2.1 Tanaman
Kedelai
Kedelai merupakan tanaman yang
berupa semak yang tumbuh tegak. kedelai berasal dari daerah Manshukuo (Cina
Utara). Sistematika tanaman kedelai adalah
Family :
legumise
Genus
: Glycine
Spesies :
Glycine Max
Kedelai adalah salah satu
tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe..Kedelai
merupakan sumber utama protein nabati dan minyaknabati dunia.
.Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari
paling tidak dua spesies: Glycine
max (disebut kedelai putih, yang
bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). Kedelai dibudidayakan di lahan sawah maupun lahan kering (ladang).
Morfologi tanaman kedelai
Kedelai
merupakan ternadikotil semusim
dengan percabangan sedikit, sistem perakaran akar tunggang, dan batang
berkambium.Kedelai dapat berubah penampilan menjadi tumbuhan setengah merambat
dalam keadaan pencahayaan rendah.
Biji kedelai berkeping dua, terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan
endosperma.Embrio terletak di antara keping biji.Warna kulit biji kuning,
hitam, hijau, coklat.Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji melekat pada
dinding buah.Bentuk biji kedelai umumnya bulat lonjong tetapi ada pula yang
bundar atau bulat agak pipih.
Kecambah Kecambah kedelai tergolong epigeous,
yaitu keping biji muncul diatas tanah.Warna hipokotil, yaitu bagian batang
kecambah dibawah kepaing, ungu atau hijau yang berhubungan dengan warna
bunga.Kedelai yang berhipokotil ungu berbunga ungu, sedang yang berhipokotil
hijau berbunga putih.
Tanaman kedelai mempunyai akar
tunggang yang membentuk akar-akar cabang yang tumbuh menyamping (horizontal)
tidak jauh dari permukaan tanah. Jika kelembapan tanah turun, akar akan
berkembang lebih ke dalam agar dapat menyerap unsur hara dan air. Pertumbuhan
ke samping dapat mencapai jarak 40 cm, dengan kedalaman hingga 120 cm. Selain
berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun
unsur hara, akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil-bintil akar.
Kedelai berbatang memiliki tinggi 30–100 cm. Batang dapat membentuk 3 – 6
cabang, tetapi bila jarak antar tanaman rapat, cabang menjadi berkurang, atau
tidak bercabang sama sekali. Tipe pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi
terbatas (determinate), tidak terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas
(semi-indeterminate).Tipe terbatas memiliki ciri khas berbunga serentak dan
mengakhiri pertumbuhan meninggi. Tanaman pendek sampai sedang, ujung batang
hampir sama besar dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan
daun batang tengah. Tipe tidak terbatas memiliki ciri berbunga secara bertahap
dari bawah ke atas dan tumbuhan terus tumbuh.Tanaman berpostur sedang sampai
tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah.Tipe setengah terbatas
memiliki karakteristik antara kedua tipe lainnya.
Bunga kedelai termasuk bunga sempurna yaitu setiap bunga mempunyai alat jantan
dan alat betina.Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup
sehingga kemungkinan kawin silang alami amat kecil.Bunga terletak pada
ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih.Tidak semua bunga dapat menjadi
polong walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna.Sekitar 60% bunga
rontok sebelum membentuk polong.
Buah
Buah kedelai berbentuk polong.Setiap
tanaman mampu menghasilkan 100 – 250 polong.Polong kedelai berbulu dan berwarna
kuning kecoklatan atau abu-abu. Selama proses pematangan buah, polong yang
mula-mula berwarna hijau akan berubah menjadi kehitaman.
Pada buku (nodus) pertama tanaman yang tumbuh dari biji terbentuk sepasang daun
tunggal.Selanjutnya, pada semua buku di atasnya terbentuk daun majemuk selalu
dengan tiga helai.Helai daun tunggal memiliki tangkai pendek dan daun bertiga
mempunyai tangkai agak panjang.Masing-masing daun berbentuk oval, tipis, dan
berwarna hijau.Permukaan daun berbulu halus (trichoma) pada kedua sisi. Tunas
atau bunga akan muncul pada ketiak tangkai daun majemuk. Setelah tua, daun
menguning dan gugur, mulai dari daun yang menempel di bagian bawah batang.
Syarat tumbuh tanaman kedelai
Tanaman dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah asal
drainase (tata air) dan aerasi (tata udara) tanah cukup baik, curah hujan
100-400 mm/bulan, suhu udara 230C - 300C, kelembaban 60% - 70%, pH tanah 5,8 -
7 dan ketinggian kurang dari 600 m dpl.
2.2 Hama
Pada Tanaman Kedelai
Kedelai merupakan komoditas
yang sangat strategis dan memegang peranan penting bagi kehidupan masyarakat
dan perekonomian Indonesia. Tahu, tempe, kecap, dan tauco sebagai produk pangan
olahan yang berbahan baku kedelai selalu dihadirkan di meja makan hampir di
seluruh rumah tangga Indonesia, baik di pedesaan maupun di perkotaan.
Gonjang-ganjing harga kedelai sebagai bahan baku tahu dan tempe pada awal tahun
2008 menyebabkan harga kedelai di tingkat pengrajin mencapai Rp. 7.500,- per
kg. Kesempatan ini dapat dimanfaatkan oleh para petani untuk menanam
kedelai. Agar mendapatkan hasil yang maksimal, sebaiknya petani perlu memahami
tentang pengendalian hama dan penyakit utama tanaman kedelai. Tanaman kedelaiingin
hasil yang memuaskan serta biji yang berkualitas.Hama tanaman kedelai
bagi petani harus diperhatikan. Banyak hasil panen yang tidak melimpah gara2
kurangnya informasi hama tanaman kedelai.
Berikut hama-hama yang
terdapat pada tanaman kedelai :
1. Lalat kacang (Ophiomyia Phaseoli)
Bioekologi
Lalat bibit kacang menyerang sejak
tanaman muda muncul ke permukaan tanah hingga tanaman umur 10 hari. Lalat
betina meletakkan telur pada tanaman muda yang baru tumbuh. Telur diletakkan di
dalam lubang tusukan antara epidermis atas dan bawah keping biji atau
disisipkan dalamm jaringan mesofil dekat pangkal keping biji atau pangkal helai
daun pertama dan kedua. Telurnya bewarna putih seperti mutiara dan berbentuk
lonjong dengan ukuran panjang 0,31 mm dan lebar 0,5 mm. Setelah dua hari, telur menetas dan keluar
larva. Larva masuk ke dalam keping biji atau pangkal helai daun pertama dan
kedua, kemudian membuat lubang gerekan. Selanjutnya larva menggerek batang dan
berubah bentuk menjadi kepompong. Pada pertumbuhan penuh, panjang larva
mencapai 3,75 mm. Kepompong mula – mula bewarna kuning kemudian berubah menjadi
kecoklatan.
Gejala
Serangan
Serangan lalat kacang ditandai oleh
adanya bintik – bintik putih pada keping biji, daun pertama atau kedua. Bintik
– bintik tersebut adalah bekas tusukan
alat peletak telur ( ovipositor ) dari lalat kacang betina.
Pengendalian
Saat benih ditanam, tanah diberi Furadan 36, kemudian setelah benih
ditanam, tanah ditutup dengan jerami . Satu minggu setelah
benih menjadi kecambah dilakukan penyemprotan dengan. Penyemprotan diulangi
pada waktu kedelai berumur 1 bulan.
2. Lalat
Batang ( Melanagromyza sojae )
Bioekologi
Imago bewarna hitam, bentuk tubunya
serupa dengan lalat bibit kacang dengan sayap transparan. Ukuran tubuh serangga
betina 1, 88 mm dan serangga jantan 3, 90 mm. Telur diletakkan pada bagian
bawah daun sekitar pangkal tulang daun di daun ketiga dan daun yang lebih muda.
Telur berbentuk oval dengan ukuran panjang 0,36 mm dan lebar 0,13 mm. Setelah 2
– 7 hari telur menetas menjadi larva dan makan jaringan daun, kemudian menuju
batang melalui tangkai daun dan masuk serta menggerek batang bagian dalam.
Kepompong terbentuk didalam batang dengan ukuran panjang 2,35 mm dan lebar 0,80
mm.
Gejala
Serangan
Pada daun muda, terdapat bintik –
bintik bekas tusukan alat peletak telur. Lubang gerekan larva pada batang dapat
menyebabkan tanaman layu, mengering dan mati.
Pengendalian
• Penggunaan Mulsa Jerami
• Perlakuan Benih
• Penyemprotan pestisida sama tanaman berumur
12 hari, bila populasi mencapai ambang kendali.
3. Ulat
Grayak ( Spodoptera litura )
Bioekologi
Serangga dewasa berupa ngengat abu –
abu, meletakkan telur pada daun secara berkelompok. Ukuran tubuh ngengat betina
14 mm sedangkan ngengat jantan 17 mm. Setiap kelompok telur terdiri dari 30 –
700 butir yang ditutupi oleh bulu – bulu bewarna merah kecoklatan. Telur akan
menetas setelah 3 hari. Ulat yang baru keluar dari telur berkelompok di
permukaan daun dan makan epidermis daun. Ulat grayak aktif makan pada malam
hari, meninggalkan epidermis atas dan tulang daun sehinggan daun yang terserang
dari jauh terlihat bewarna putih. Panjang tubuh ulat yang telah tumbuh penuh 55
mm. Kepompong terbentuk didalam tanah. Setelah 9 – 10 hari, kepompong akan
berubah menjadi ngngat dewasa.
Gejala
Serangan
kerusakan pada daun, ulat hidup
bergerombol, memakan daun, dan berpencar mencari rumpun lain. Ulat dewasa memakan
polong muda dan tulang daun daun muda, sedang pada daun yang tua tulang –
tulangnya akan tersisa.
Pengendalian
• dengan cara sanitasi;
• disemprotkan pada
sore/malam hari (saat ulat menyerang tanaman) beberapa
insektisida yang efektif seperti Dursban 20 EC, Azodrin 15 WSC dan Basudin 50 EC.
4. Aphis ( Aphis
Glycine )
Bioekologi
Tubuh Aphis Berukuran kecil, lunak
dan bewarna hijau agak kekuning – kuningan. Sebagian besar jenis serangga ini
tidak bersayap, tetapi bila populasi meningkat sebagian serangga dewasanya
membentuk satap yang bening. Aphis dewasa yang bersayap ini kemudian berpindah
ke tanaman lain untuk membentuk koloni yang baru. Serangga ini menyukai bagian
– bagian yang muda dari tanaman inangnya. Panjang tubuh Aphis dewasa berkisar
antara 1 – 1,6 mm. Nimfa Aphis dapat dibedakan dengan imagionya dari jumlah
ruasa antena. Jumlah antena nimfa instar satu umumnya 1 atau 5 ruas, instar
kedua 5 ruas, instar tiga 5 atau 6 ruas dan instar empat atau imago 6 ruas.
Serangga muda ( nimfa ) dan imago mengisap cairan tanaman.
Gejala
Serangan
- Tanaman Layu
-
Petumbuhan tanaman menjadi lambat
Pengendalian
q Menanam
kedelai pada waktunya, mengolah tanah dengan baik, bersih, memenuhi syarat,
tidak ditumbuhi tanaman inang seperti: terung-terungan, kapas-kapasan atau kacangkacangan;
q Membuang bagian tanaman yang terserang hama
dan membakarnya
q Menggunakan musuh alami ( predator maupun
parasit )
q Penyemprotan
insektisida dilakukan pada permukaan daun bagian atas dan bawah.
5. Kepik
Hijau ( Nezara Viridula )
Bioekologi
Kepik ijau dewasa mulai datang di
pertanaman menjelang fase berbunga. Telur diletakkan secara berkelompok, rata –
rata 80 butir pada permukaan daun bagian bawah, permukaan daun bagian atas,
polong dan batang tanaman. Bentuk
telurnya seperti cangkir bewarna kuning dan berubah menjadi merah bata ketika
akan menetas. Telur menetas setelah 5 – 7 hari. Kepik muda ( nimfa ) yang baru keluar tinggal
bergerombol diatas kulit telur. Untuk menjadi serangga dewasa nimfa mengalami 5
instar yang berbeda warna dan ukurannya.
Gejala
Serangan
Kepik muda dan dewasa merusak polong
dan biji dengan menusukkan stiletnya pada kulit polong terus ke biji kemudian
mengisap cairan biji. Kerusakan yang disebabkan oleh kepik hijau ini
menyebabkan penurunan hasil dan kualitas biji.
Pengendalian
-
Menanam Tanaman Serempak
-
Pergiliran Tanaman
-
Penyemprotan Insektisida
-
Tanam Tanaman Perangkapo sesbana rostrata
6.
Lalat
Pucuk ( Melanagromyza dolicostigma )
Bioekologi
Serangga
dewasa berupa lalat bewarna hitam, bentuknya serupa dengan lalat kacang.
Panjang tubuh serangga jantan mempunyai panjang tubuh 1,95 mm dan lebar 0,66 mm
dengan rentang sayap 5,15 mm. Telur diletakkan pada permukaan bawah dari daun –
daun bagian pucuk yang belum membuka. Telur bewarna hijau keputih – putihan,
berbentuk lonjong dengan ukuran panjang 0,38 mm dan lebar 0,15 mm. Setelah
keluar dari telur, larva makan dan menggerek ke dalam jaringan daun, kemudian menuju
pucuk tanaman melalui tulang daun.
Gejala
Serangan
Serangan
lalat pucuk pada tingkat populasi tinggi menyebabkan seluruh helai daun layu.
Serangan pada awal pertumbuhan umumnya jarang terjadi, Kematian pucuk
berlangsung pada saat pembungaan.
Pengendalian
·
Varietas Toleran
·
Mulsa jerami
·
Perlakuan Benih ( pada daerah endemik )
·
Penyemprotan Insektisida
7.
Kutu
Bemisia ( Bemisia tabaci )
Bioekologi
Serangga
dewasa kutu kebul bewarna putih dengan sayap jernih, ditutupi lapisan lilin
yang bertepung. Ukuran tubuhnya berkisar 1-1,5 mm. Serangga dewasa meletakkan
telur di permukaan bawah daun muda. Telur bewarna kuning terang dan bertangkai
seperti kerucut. Stadia telur berlangsung selama 6 hari. Serangga muda ( nimfa
) yang baru keluar dari telur bewarna putih pucat, tubuhnya berbentuk bulat
telur pipih. Hanya instar satu yang kakinya berfungsi, sedang instar du dan
tiga melekat pada daun selama masa pertumbuhannya. Panjang tubuh nimfa 0,77 mm.
Stadia pupa terbentuk pada permukaan daun bagian bawah. Ada jenis lain yang
lebih besar disebut Aleurodicus dispersus atau kutu putih.
Gejala
Serangan
Serangga
muda dan dewasa mengisap cairan daun. Ekskreta kutu kebul menghasilkan embun
madu yang merupakan medium tumbuh cendawan jelaga, sehingga tanaman sering
tampak hitam.
Pengendalian
·
Tanaman Serempak
·
Pemantauan secara rutin, apabila
populasi tinggi semprot dengan insektisisda
8. Ulat
Helicoverpa ( Heliothis )
Bioekologi
Telur
diletakkan secara terpencar satu per satu pada daun pucuk atau bunga pada malam
hari. Telur biasanya diletakkan pada tanaman berumur 2 minggu setelah tanam.
Telur bewarna kuning muda. Setelah 2 – 5 hari, telur menetas menjadi ulat yang
baru keluar kemudian memakan kulit telur. Ulat muda makan jaringan daun,
sedangkan ulat instar yang lebih tua sering dijumpai makan bunga, polong, muda
dan biji. Warna ulat tua bervariasi, hijau kekuningan, hijau, coklat atau agak
hitam kecoklatan. Tubuh ulat sedikit berbulu. Panjnag tubuh ulat pada
pertumbuhan penuh sekitar 30 mm dengan lebar kepala 3mm. Kepompong Helicoverpa
armigera terbentuk di dalam tanah. Setelah 12 hari, menetas dan ngengat akan
keluar. Waerna tubuh ngengat kuning kecoklatan.
Pengendalian
·
Tanam Serempak
·
Tanam tanaman perangkap ( jagung ) di
pematang
·
Semprot HanPV
·
Semprot insektisida bila mencapai ambang
kendali
9. Kepik
Polong ( Riptortus linearis )
Bioekologi
Kepik
polong dewasa mirip dengan walang sangit, bewarna kuning coklat dengan garis
putih kekuningan di sepanjang sisi badannya. Panjang tunbuh kepik betina 13 –
14 mm dan yang jantan 11 – 13 mm. Telur diletakkan berkelompok pada permukaan
atas atau bawah daun serta pada polong, berderet 3 – 5 butir. Telur berbentuk
bulat dengan bagian tengah agak cekung, berdiameter 1,2 mm. Telur bewarna biru
keabu – abuan kemudian berubah menjadi coklat suram. Setelah 6 – 7 hari, telur
menetas dan keluar kepik muda ( nimfa ). Dalam perkembangannya, kepik muda
mengalami 5 kali pergantian kulit. Tiap pergantian kulit terdapat perbedaan
bentuk, warna dan ukuran.
Gejala
Serangan
Cara
menyerang kepik ini dengan menusukkan stilet pada kulit polong dan terus ke
biji kemudian mengisap cairan biji. Serangan yang terjadi pada fase pertumbuhan
polong dan perkembangan biji menyebabkan polong dan biji kempis, kemudian
mengering dan polong gugur.
Pengendalian
·
Tanam Serempak
·
Tanam tanaman perangkap sebania rostrata
·
Semprot insektisida bila mencapai ambang
kendali
10. Kepik
Piezodorus
Bioekologi
Kepik
dewasa ini mirip dengan nezara yaitu bewarna hijau, mempunyai garis melintang
pada lehernya. Panjang badannya sekitar 8,8 – 12,0 mm. Kepik jantan mempunyai
garis warna merah muda, sedang kepik betina garisnya bewarna putih. Telur
diletakkan berkelompok padapermukaan daun bagian atas, pada polong, batang atau
di rumput. Tiap kelompok terdiri dari 2 baris, berjumlah 9 – 42 butir. Telur
berbentuk silinder, bewarna abu – abu kehitaman dengan strip putih di
btengahnya setelah 4 hari, telur menetas dan keluar kepik muda ( nimfa ).
Selama perkembangannya menjadi dewasa, kepik muda berganti kulit 5 kali. Kepik
muda yang baru keluar dari telur ini tidak makan dan berkelompok pada permukaan
kulit telur.
Gejala
Serangan
Kepik
muda dan dewasa menyerang dengan cara menusuk polong dan biji serta mengisap
cairan biji pada semua stadia pertumbuhan polong dan biji. Kerusakan yang diakibatkan oleh penghisap ini
menyebabkan penurunan hasil dan kualiatas biji.
Pengendalian
· *Tanam Serempak
· *Pergiliran tanaman
· *Tanam tanaman perangkap sesbanis
rostrata
· *Semprot insektisida
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1.
Pengendalian hama dengan memadukan beberapa teknik
pengendalian terbukti efektif untuk
mengendalikan dan menekan pertumbuhan hama sehingga tidak sampai merugikan
secara ekonomi.
2.
pengendalian
hama secara kultur teknis merupakan cara pengendalian dengan memperhatikan
teknik budidaya dan lingkungan.
3.
Pengendalian
secara kimiawi dil akukan apabila pengendalian
dengan cara-cara yang lain telah dilakukan namun tidak efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Sumarno dan Harnoto.
1983. Kedelai dan cara bercocok tanamnya. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan.
Suprapto, H.
1998. Bertanam kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tengkano, W., M. Iman dan A. M. Tohir. 1992. Bioekologi, serangan dan pengendalian
hama polong kedelai. Risalah Lokakarya
Pengendalian Hama Tanaman Kedelai, Balittan Malang. pp. 117-153.
Watson,
T.F., L. Moore, and G.W. Ware. 1976. Practical insect pest management: a
self-instructuion manual. W.H. Freeman and Company, San Francisco.
Yamamoto, I.
dan S. Sosromarsono. 1985. Ecological impact of pest management in Indonesia.
Tokyo University of Agriculture. 84 p.
untuk POWER POINNYA SILAHKAN DOWNLOAD
DI sini Download
Terimakasih infonya, menambah wawasan untuk saya pribadi, trims
BalasHapussama-sama gan
BalasHapuskeren
BalasHapuswww.uma.ac.id