KEMUNDURAN DAN PENYIMPANAN BENIH

BAB I
PENDAHULUAN


     A. LATAR BELAKANG
Kemunduran benih dapat didefinisikan sebagai jatuhnya mutu benih yang menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam benih dan berakibat pada berkurangnya viabilitas benih. Faktor-faktor yang mempengaruhi benih itu sendiri antara lain adalah faktor internal benih mencakup kondisi fisik dan keadaan fisiologinya, kelembaban nisbi dan temperature, kadar air benih, suhu, genetic, mikroflora, kerusakan mekanik (akibat panen dan pengolahan), dan tingkat kemasakan benih.
Kemunduran benih yang menyebabkan menurunnya vigor dan viabilitas benih merupakan awal kegagalan dalam kegiatan pertanian sehingga harus dicegah agar tidak mempengaruhi produktivitas tanaman. vigor benih adalah kemampuan benih menumbuhkan tanaman normal pada kondisi suboptimum di lapang, atau sesudah disimpan dalam kondisi simpan yang suboptimum dan ditanam dalam kondisi lapang yang optimum. Viabilitas benih merupakan daya hidup benih yang dapat ditunjukkan dalam fenomena pertumbubannya, gejala metabolisme, kinerja kromosom atau garis viabilitas sedangkan viabilitas potensial adalah parameter viabilitas dari suatu lot benih yang menunjukkan kemampuan benih menumbuhkan tanaman normal yang berproduksi normal pada kondisi lapang yang optitum.
Penyimpanan merupakan fase kritis yang berpengaruh terhadap mutu benih.
Penyimpanan benih yang kurang baik akan menyebabkan benih mengalami kemunduran. Salah satu faktor pembatas dalam produksi kedelai di daerah tropis adalah cepatnya kemunduran benih selama penyimpanan sehingga mengurangi ketersediaan benih bermutu tinggi.Banyak faktor yang mempengaruhi daya simpan benih antara lain, faktor internal benih mencakup kondisi fisik dan keadaan fisiologinya; kelembaban nisbi dan temperatur; kadar air benih; genetik; mikroflora; kerusakan mekanik; dan tingkat kemasakan benih. 
A.    Tujuan Percobaan
Praktikum ini bertujuan agar dapat melakukan pengujian terhadap viabilitas benih dengan metode uji pengusangan cepat dan memahami relevansi metode uji tersebut dengan pendugaan daya simpan serta mengerti cara mengaplikasikan metode

=-=-=----------------------------------------------------------------------------------------===========-=

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

                                                

Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-anngsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisisologis yang disebabkan oleh faktor dalam. Kemunduran benih beragam, baik antarjenis, antarvarietas, antarlot, bahkan antarindividu dalam suatu lot benih. Kemunduran benih dapat menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam benih dan berakibat pada berkurangnya viabilitas benih (kemampuan benih berkecambah pada keadaan yang optimum) atau penurunan daya kecambah. Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan (field emergence), terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman (Copeland dan Donald, 1985). Kemunduran benih adalah mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat menimbulkan perubahan menyeluruh di dalam benih, baik fisik, fisiologi maupun kimiawi yang mengakibatkan menurunnya viabilitas benih (Sadjad, 1994).
Penyimpanan dalam rangka pembenihan mempunyai arti yang luas, karena yang diartikan penyimpanan di sini adalah sejak benih itu mencapai kemasakan fisiologisnya sampai ditanam. Adapun tempat dan waktunya bisa terjadi ketika benih masih berada pada tanaman, di gudang penyimpanan atau dalam rangka pengiriman benih itu ke tempat atau daerah yang memerlukan. Selama dalam penyimpanan karena pengaruh beberapa faktor, mutu benih akan mengalami kemunduran Kartasapoetra(1986) dalam Hario Polije(2009) .



 =-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-

BAB III
PEMBAHASAN

Laju kemunduran benih adalah berapa besarnya penyimpangan terhadap keadaan optimum untuk mencapai maksimum. Laju kemunduran benih dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:

      1.     Faktor Genetis Benih
Kemunduran benih karena sifat genetis biasa disebut proses deteriorasi yang kronologis. Artinya, meskipun benih ditangani dengan baik dan faktor lingkungannya pun mendukung namun proses ini akan tetap berlangsung.

      2.      Karena Faktor Lingkungan
Proses ini biasa disebut proses deteriorasi fisiologis. Proses ini terjadi karena adanya faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan persyaratan penyimpanan benih, atau terjadi proses penyimpangan selama pembentukan dan prosesing benih.

   3.2  FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMUNDURAN BENIH DITEMPAT PENYIMPANAN


3.2.1        Kadar Air Benih Sebelum Disimpan
Kadar air benih yang tinggi dapat meningkatkan laju kemunduran benih dalam tempat penyimpanan Laju kemunduran benih dapat diperlambat, dengan cara kadar air benih harus dikurangi sampai kadar air benih optimum. Kadar air benih optimal, yaitu kadar air tertentu dimana benih tersebut disimpan lama tanpa mengalami penurunan mutu benih. Kadar air optimum dalam penyimpanan bagi sebagian besar benih adalah antara 6-9% (untuk benih kangkung, kubis bunga, caisin, ketimun, cabai, tomat, bayam), 10%-12% untuk benih kacang-kacangan (kadar air untuk benih kedelai, harus dibawah 11% , kadar air untuk kacang panjang 12%), kadar air untuk benih serealia (padi, gandum, jagung dll), sebaiknya dibawah 14%.

3.2.2        Suhu Tempat Penyimpanan
Suhu optimum  untuk penyimpanan benih jangka panjang terletak antara -18 – 20oC.

3.2.3        Kelembaban Tempat Penyimpanan
Kelembaban lingkungan selama penyimpanan juga sangat mempengaruhi viabilitas benih, hal ini disebabkan karena sifat benih yang higroskopis yaitu selalu menyesuaikan diri dengan kelembaban udara disekitarnya. Kelembaban ruang simpan harus diatur sehingga sedemikian rupa sehingga kadar air benih pada keadaan yang menguntungkan untuk jangka waktu simpan yang panjang. Pada kebanyakan jenis benih, kelembaban nisbih ruang penyimpanan antara 50-60%, dan suhu 0-10oC adalah cukup baik untuk mempertahankan viabilitas benih, paling tidak untuk jangka waktu penyimpanan selama 1 tahun.

3.2.4        Tempat Pengemasan
Tujuan pengemasan adalah untuk mempertahankan kualitas benih selama dalam penyimpanan dan atau pemasaran, sehingga benih tetap terjamin daya tumbuh dan daya kecambahnya secara normal.


      3.3  CIRI-CIRI PROSES KEMUNDURAN BENIH

Benih yang mengalami proses deteriorasi akan menyebabkan turunnya kualitas dan sifat  benih jika dibandingkan pada saat benih tersebut mencapai masa fisiologinya. Turunnya kualitas benih dapat mengakibatkan viabilitas dan vigor benih menjadi rendah yang pada akhirnya akan mengakibatkan tanaman menjadi buruk. Ciri-ciri ini dapat dilihat pada tanaman di lahan yang memiliki viabilitas yang tinggi dan hasil panen yang menjadi jelek. Selain itu, kemunduran benih ini dapat dilihat dari berkurangnya laju respirasi dan peningkatan kandungan asam lemak dalam benih.

3.3.1        Tanda-tanda kemunduran benih
Tanda-tanda kemunduran benih terdiri dari 3 gejala, yaitu gejala fisiologis, gejala kinerja benih dan pemudaran warna sebagai berikut :
     A.    Gejala fisiologis
1.      Aktivitas enzim menurun: dehidrogenesis, glutamate, dekarboksilase, katalase, peroksidase, fenolase, amylase, sitokromoksidase.
2.       Respirasi menurun: konsumsi O2 rendah produksi CO2 rendah.
3.      Bocoran metabolit meningkat (nilai daya hantar listrik meningkat dan gula terlarut meningkat).
4.      Kandungan asam lemak bebas meningkat (Lipid = asam lemak + gliserol). Contoh pada benih kapas kandungan asam lemak bebas ≥1% sudah tidak dapat berkecambah.
    B.     Gejala kinerja benih
1.      Kinerja perkecambahan rendah
2.      Daya suai terhadap lingkungan rendah
3.      Daya tumbuh di lapang rendah
4.      Tidak tahan terhadap ancaman lingkungan
  1. Pemudaran warna
Pemudaran waran benih ini, biasanya akibat penuaan atau umur benih yang sudah lama, cirinya mencoklat pada embrio atau pada kulit benih.
2.4              KEMUNGKINAN PENYEBAB KEMUNDURAN BENIH
Berikut merupakan kemungkinan penyebab kemunduran benih :

      1.      Autoxidasi Lipid dapat terjadi pada benih:
           a.    KA < 6%
           b.    Konsentrasi O2 tinggi
            c.    Suhu tinggi



     2.      Degradasi Struktur Fungsional
          a.    Hilangnya permeabilitas membran sel (terhidrolisis oleh fosfolipase dan oksidase).
        b.    Rusaknya membran mitokondria (ATP-ase tinggi, fosforilasi oksidatif rendah, produksi ATP tinggi).
3.      Ribosom tidak mampu berdisosiasi
Ribosom tidak mampu berisolasi menyebabkan sintesis protein terhambat.
4.      Degradasi dan Inaktivasi Enzim
Perubahan struktur makromolekul enzim menurunkan aktivitasnya. Berikut merupakan macam perubahan yang dimaksud :
        a.    Perubahan komposisi meliputi :
·         Grup fungsional (hilang/mengikat)
·         Oksidasi gugus sulfhidril
·         Perubahan asam amino dalam protein
       b.    Perubahan konfigurasi, meliputi :
·         Penglipatan atau pelurusan
·         Penggumpalan atau polimerisasi
·         Pemutusan menjadi sub2 unit
5.      Pengaktifan/Pembentukan Enzim-enzim Hidrolitik
Bila KA benih > 20%, cukup untuk mengaktifkan enzim2 hidrolotik (lipase, fosfolipase, fosfatase, amilase)
6.      Degradasi Genetik sebagai penyebab utama ketuaan
7.      perubahan sifat kromosom (selaras dengan penuaan)
Mutasi genetik; berkorelasi dengan ketuaan dan hilangnya viabilitas
8.      Habisnya cadangan makanan (sudah tidak diterima)
9.      Kelaparan sel meristematik: jauhnya jarak antara cadangan makanan dengan sel-sel meritematik
10.  Akumulasi senyawa beracun (toxic)
     a.    embrio baik pada endosperm tua
     b.    embrio tua pada endosperm baik




       3.5.  PENGENDALIAN KEMUNDURAN BENIH

Dalam kegiatan pertanian, terjadinya kemunduran benih merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya produktivitas tanaman sehingga hal ini hanrus dihindari. Hasil-hasil penelitian menunjukkan dengan memberikan perlakuan pada benih yang memperlihatkan gejala kemunduran, dapat memperbaiki kondisi benih.
Murray dan Wilson (1987) melaporkan kemunduran benih dapat dikendalikan dengan cara "invigorasi" melalui proses hidrasi-dehidrasi. Sadjad (1994) mendefinisikan invigorasi sebagai proses bertambahnya vigor benih. Dengan demikian perlakuan invigorasi adalah peningkatan vigor benih dengan memberikan perlakuan pada benih. Menurut Khan (1992) perlakuan pada benih adalah untuk memobilisasi sumber-sumber energi yang ada dalam benih untuk bekerja sama dengan sumber-sumber energi yang ada di luar atau di lingkungan tumbuh untuk menghasilkan pertanaman dan hasil yang maksimal.
Perlakuan benih yang telah dikenal antara lain presoaking dan conditioning. Menurut Khan (1992) presoaking adalah perendaman benih dalam sejumlah air pada suhu rendah sampai sedang, sedangkan conditioning adalah peningkatan mutu fisiologi dan biokimia (berhubungan dengan kecepatan dan perkecambahan, perbaikan serta peningkatan potensial perkecambahan) dalam benih oleh media imbibisi potensial air yang rendah (larutan atau media padatan lembab) dengan mengatur hidrasi dan penghentian perkecambahan. Benih menyerap air sampai potensial air dalam benih dan media pengimbibisi sama (dicapai keseimbangan potensial air). Presoaking dalam periode singkat menghasilkan efek yang cukup baik terhadap peningkatan perkecambahan dan pertumbuhan kecambah. Pengeringan tidak mengurangi pengaruh positif dari presoaking (Kidd and West dalam Khan, 1992). Perlakuan presoaking berpengaruh baik pada benih yang bervigor sedang.
Hadiana (1996) melaporkan perlakuan presoaking atau conditioning secara nyata efektif meningkatkan viabilitas dan vigor benih sebelum penyimpanan, dapat meningkatkan daya berkecambah potensi tumbuh, keserempakan tumbuh, dan bobot kering kecambah normal.
Untuk mengatasi permasalahan terjadinya kemunduran mutu benih baik yang diakibatkan oleh faktor penyimpanan maupun diakibatkan oleh faktor kesalahan dalam penanganan be-nih, dapat dilakukan dengan melakukan teknik “invigorasi”. Invigorasi adalah suatu perlakuan fisik atau kimia untuk meningkatkan atau memperbaiki vigor benih yang telah mengalami kemun-duran mutu (Basu dan Rudrapal, 1982).

4.5 PENYIMPANAN BENIH

Selama ribuan tahun petani di seluruh dunia telah memproduksi dan menyimpan benih mereka sendiri. Disamping memproduksi makanan untuk keluarga mereka, para petani di seluruh dunia menyimpan benih benih dari tanaman mereka yang tersehat dan terbaik kualitasnya. Dengan meniru proses alami di sekitarnya, para penyimpan benih telah membentuk beranekaragam varietas berkwalitas seperti yang masih kita rasakan pada saat ini.
Penyimpanan benih merupakan salah satu cara yang dapat menunjang keberhasilan penyediaan benih, mengingat bahwa kebanyakan jenis pohon hutan tidak berbuah sepanjang tahun sehingga perlu dilakukan penyimpanan yang baik agar dapat menjaga kestabilan benih dari segi kuantitas maupun kualitasnya (Widodo, 1991).
Menurut Schmidt (2000), tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk menjamin persediaan benih yang bermutu bagi suatu program penanaman bila diperlukan. Jika waktu penyemaian dilaksanakan segera setelah pengumpulan benih maka benih dapat langsung digunakan di persemian sehingga penyimpanan tidak diperlukan. Akan tetapi kasus semacam ini sangat jarang terjadi, hal ini disebabkan karena pada daerah dengan iklim musim yang memiliki musim penanaman pendek sangat tidak memungkinkan untuk langsung menyemai benih, sehingga benih perlu disimpan untuk menunggu saat yang tepat untuk disemai.
Penyimpanan dalam rangka pembenihan mempunyai arti yang luas, karena yang diartikan penyimpanan di sini adalah sejak benih itu mencapai kemasakan fisiologisnya sampai ditanam. Adapun tempat dan waktunya bisa terjadi ketika benih masih berada pada tanaman, di gudang penyimpanan atau dalam rangka pengiriman benih itu ke tempat atau daerah yang memerlukan. Selama dalam penyimpanan karena pengaruh beberapa faktor, mutu benih akan mengalami kemunduran Kartasapoetra(1986) dalam Hario Polije(2009).
Selama penyimpanan benih, proses fisiologis tetap berlangsung sehingga harus diusahakan agar proses ini berjalan seminimal mungkin Hendarto (1996) dalam Hario Polije(2009). Tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas benih selama periode simpan yang lama, sehingga benih ketika akan dikecambahkan masih mempunyai viabilitas yang tidak jauh berbeda dengan viabilitas awal sebelum benih disimpan.Kegiatan penyimpanan benih tidak terlepas dari penggunaan wadah simpan.
Justice dan Bass (1979) dalam Yudi Harisman (2009)., mengemukakan bahwa penggunaan wadah dan cara simpan benih sangat tergantung pada jenis, jumlah benih, teknik pengepakan, lama penyimpanan, suhu ruang simpan dan kelembaban ruang simpan.
Berapa lama benih dapat disimpan sangat tergantung pada kondisi benih dan lingkungannya sendiri. Beberapa tipe benih tidak mempunyai ketahanan untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama atau sering disebut benih rekalsitran. Sebaliknya benih ortodoks mempunyai daya simpan yang lama dan dalam kondisi penyimpanan yang sesuai dapat membentuk cadangan benih yang besar di tanah Schmidt (2000) dalam Yudi Harisman (2009).. Meskipun tipe ortodoks dan rekalsitran relatif jelas perbedaannya, daya tahan benih untuk bertahan pada saat penyimpanan meliputi variasi yang luas, dari yang sangat rekalsitran, intermediate sampai ortodoks. Pada umumnya semakin lama benih disimpan maka viabilitasnya akan semakin menurun. Mundurnya viabilitas benih merupakan proses yang berjalan bertingkat dan kumulatif akibat perubahan yang diberikan kepada benih mengemukakan bahwa periode penyimpanan terdiri dari penyimpanan jangka panjang, penyimpanan jangka menengah dan penyimpanan jangka pendek. Penyimpanan jangka panjang memiliki kisaran waktu puluhan tahun, sedangkan penyimpanan jangka menengah memiliki kisaran waktu beberapa tahun dan penyimpanan jangka pendek memiliki kisaran waktu kurang dari satu tahun. Tidak ada kisaran pasti dalam periode penyimpanan, hal ini disebabkan karena periode penyimpanan sangat tergantung dari jenis tanaman dan tipe benih itu sendiri.
Ketahanan benih untuk disimpan beragam tergantung dari jenis, cara dan tempat penyimpanan Sutopo (1988) dalamHario Polije(2009).
Dalam kegiatan penanganan benih, secara umum benih dikelompokkan ke dalam dua golongan utama sesuai dengan kondisi penyimpanan yang dituntut, yaitu benih recalsitrant dan benih orthodox. Benih orthodox mampu disimpan dalam waktu yang lama pada kadar air benih yang rendah (2 – 5%) dan suhu penyimpanan yang rendah. Benih recalsitrant adalah benih yang viabilitasnya segera turun sampai nol jika disimpan dalam waktu yang lama dan kadar air yang rendah. Pada benih recalsitrant, kadar air benih pada waktu masak lebih dari 30% sampai 50%, dan sangat peka terhadap pengeringan di bawah 12% sampai 30%. Kelompok species yang benihnya tahan terhadap pengeringan sampai kadar air benih yang rendah seperti pada benih orthodox, tetapi sangat peka terhadap suhu penyimpanan yang rendah, belakangan ini dikelompokkan dalam benih intermediate (Ellis et al., 1990 dalam Schmidt, 2000).Menurut Schmidt (2000) dalam Hario Polije (2009), benih orthodox tahan terhadap pengeringan dan suhu penyimpanan yang rendah, yaitu pada suhu 0 – 5o C dengan kadar air benih 5 – 7%. Dalam kondisi penyimpanan yang optimal, benih yang orthodox akan mampu disimpan sampai beberapa tahun. Pada saat masak, kadar air benih pada kebanyakan benih orthodox sekitar 6 – 10%. Benih orthodox banyak ditemukan pada zona arid, semi arid dan pada daerah dengan iklim basah, di samping itu juga ada yang ditemukan pada zona tropis dataran tinggi. Menurut Schmidt (2000), benih recalsitrant didefinisikan sebagai benih yang tidak tahan terhadap pengeringan dan suhu penyimpanan yang rendah, kecuali untuk beberapa species temperate recalsitrant. Tingkat toleransinya tergantung dari species masing-masing, umtuk benih species dari daerah tropik kadar air benih yang dianjurkan untuk penyimpanan adalah 20 – 35% dan suhu penyimpanan 12 – 15o C. kebanyakan benih recalsitrant hanya mampu disimpan beberapa hari sampai dengan beberapa bulan. Benih recalsitrant pada waktu masak, kadar air benih sekitar 30 – 70%. Benih recalsitrant banyak ditemukan pada species dari zona iklim tropis basah, hutan hujan tropis, dan hutan mangrove, beberapa ditemukan pada zona temperate dan sedikit ditemukan pada zona panas.
Benih yang diproduksi dan diproses seringkali tidak langsung ditanam tetapi disimpan dahulu untuk digunakan pada musim tanam berikutnya, di samping itu ada pula benih yang memang perlu disimpan dalam waktu tertentu terlebih dahulu sebelum ditanam yaitu benih yang mengalami after ripening. Untuk menghambat laju deteriorasi maka benih ini harus disimpan dengan metode tertentu agar benih tidak mengalami kerusakan ataupun penurunan mutu.
Kunci keberhasilan penyimpanan benih ortodoks seperti jagung terletak pada pengaturan kadar air dan suhu ruang simpan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Harrington (1972) danDelouche (1990) dalam M. Azrai (dkk.). Namun demikian, suhu hanya berperan nyata pada kondisi kadar air di mana sel-sel pada benih memiliki air aktif (water activity)yang memungkinkan proses metabolisme dapat berlangsung. Proses metabolisme meningkat dengan meningkatnya kadar air benih, dandipercepat dengan meningkatnya suhu ruang simpan. Peningkatan metabolisme benih menyebabkan kemunduran benih lebih cepat (Justiceand Bass 1979). Kaidah umum yang berlaku dalam penyimpanan benih menurut Matthes et al. (1969) adalah untuk setiap 1% penurunan kadar air,daya simpan dua kali lebih lama. Kaidah ini berlaku pada kisaran kadar air5-14%, dan suhu ruang simpan tidak lebih dari 40oC.


]



=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=--==-=-=-


BAB IV
  METODELOGI PENELITIAN

    A.    Bahan dan Alat
1.      Bahan    : Benih jagung 300 butir, untuk 3 ulangan dan 3 perlakuan.
2.      Alat        : timbangan analitik, gelas ukur, toples plastik, kain kasa, benang jagung, pinset, cawan petri, kertas stensil,/buram, plastik, air, wadah plastic,/tray, kertas label, pisau lipat, atau gunting dan karet gelang.

   B.     Metode Percobaan
Ø  Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang di gunakan adalah rancangan percobaan nonfaktorial.
Ø  Pelaksanaan Percobaan
1.      Menyiapkan larutan alkohol 10% dalam toples.
2.      Menyiapkan benih jagung kemudian diberi perlakuan lamanya waktu perendaman benih dalam larutan alkohol yaitu: kontrol, 15 menit, 30 menit, 45 menit, 60 menit.
3.      Untuk perlakuan kontrol langsung ditanam dengan menggunakan metode UKDdP (Uji Kertas Digulung dalam Plastik).
4.      Merendam benih kedalam toples yang telah berisi larutan alkohol 10%. Lama perendaman di sesuaikan dengan taraf perlakuan.
5.      Mengangkat dan meniriskan benih yang telah didera alkohol tersebut diatas kertas kering. Kemudian mengecambahkan dengan metode UKDdP.
6.      Melakukan pengamatan setiap hari selama 1 minggu.
Ø  Pengamatan
Parameter atau peubah yang di amati adalah: Potensi Tumbuh (PT), Daya Berkecambah (DB), Indeks Vigor (IV), Keserempakan Tumbuh (KST), Kecepatan Tumbuh (KCT), T50 dan Berat Kering Kecambah Normal (BKKN).


-========================================================--==--=

                                                                 BAB V
                                              HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1.  Hasil
Dari percobaan tersebut maka diperoleh hasil sebagai berikut :
Total
Rerata
I
II
III
W0
10
11
13
34
11,3
W1
11
9
12
32
10,7
W2
8
12
10
30
10,0
W3
9
9
8
26
8,7
W4
9
8
10
27
9,0
Total
47
49
53
149
9,9
1.      Pengamatan Potensi Tumbuh Hari Ke-1 Pada Benih kedelai








2.      Pengamatan Potensi Tumbuh  Hari Ke-2 Pada Benih kedelai
Perlakuan
Ulangan
Total
Rerata
I
II
III
W0
17
17
20
54
18,0
W1
18
17
16
51
17,0
W2
16
20
16
52
17,3
W3
13
15
14
42
14,0
W4
14
14
17
45
15,0
Total
78
83
83
244
16,3

3.      Pengamatan Potensi Tumbuh Hari Ke-3 Pada Benih kedelai
Perlakuan
Ulangan
Total
Rerata
I
II
III
W0
25
25
25
75
25,0
W1
25
25
23
73
24,3
W2
25
25
23
73
24,3
W3
23
24
23
70
23,3
W4
24
25
25
74
24,7
Total
122
124
119
365
24,3


=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-

DAFTAR PUSTAKA

M. Azrai, Rahmawati, Ramlah Arief dan Sania Saenong. Pengelolaan Benih Jagung. Balai Penelitian        Tanaman Serealia,
Maros.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/bjagung/sebelas.pdf diakses pada tanggal 9 Juni        2010.

Hendarto(1996), Kartasapoetra(1986), Schmidt (2000), Sutopo(1988) dalam Hario Polije. 2009.      Penyimpanan benih(seedstorage).http://hariopolije.blogspot.com/2009/04/hmmm.html. diakses pada         tanggal 9 Juni 2010.


Justice and Bass(1979), Schmidt, L(2000), Siregar, S.T(2000), Widodo, W (1991) dalam Yudi Harisman, 2009. Wadah dan Lama Penyimpanan Benih. http://forester-rimbawan.blogspot.com/2009/05/wadah-dan-lama-penyimpanan-benih.html diakses pada tanggal 9 Juni 2010.

2 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.