Budidaya Tanaman
“Tanaman perancang” dapat membantu memenuhi kebutuhan minyak sawit global dan mencegah deforestasi
BALI, Indonesia (29 Februari, 2012)_Para
peneliti Malaysia sekarang memiliki kemampuan melacak gen produksi minyak
tinggi pada tanaman kelapa sawit, sehingga memungkinkan mereka menciptakan
“tanaman sawit perancang” dengan kapasitas mengendalikan jumlah dan jenis
minyak yang diproduksi.
“Kami telah menyelesaikan pengurutan genom
tanaman kelapa sawit sehingga kami dapat melacak gen-gen yang mengatur produksi
minyak tinggi. (Dengan pendekatan ini) kami juga memiliki kemampuan untuk
memproduksi minyak sawit dengan lemak dengan kejenuhan rendah,” kata Tan Yew Al
dari Dewan Minyak Sawit Malaysia pada Konferensi Internasional Kelapa Sawit dan
lingkungan (ICOPE) di Bali minggu lalu.
Konferensi
dibuka dengan visi baru untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan: “Pada tahun
2020, kita memiliki tujuan untuk meningkatkan produksi kelapa sawit sampai 20
persen, menurunkan emisi karbon sampai 20 persen dan menurunkan kemiskinan
sebesar 20 persen,” kata Franky O Widjaja, Ketua Kemitraan Pertanian
Berkelanjutan Indonesia, Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum).
Kebutuhan minyak sayur diprediksi akan
melonjak seiring membengkaknya populasi global, sehingga “tantangannya sekarang
adalah bagaimana memproduksi minyak sawit pada area yang lebih kecil – yang
tidak mengancam hutan primer yang masih ada,” Tan kata.
Budidaya
kelapa sawit merupakan faktor penting dalam produksi makanan dan penyediaan
pendapatan harian bagi jutaan penduduk dan juga menjadi alat pembangunan bagi
banyak negara di belahan selatan. Indonesia dan Malaysia merupakan negara
produsen kelapa sawit terbesar, memasok 85 persen kebutuhan minyak sawit dunia.
Di kedua negara, kelapa sawit memberikan manfaat ekonomi yang sangat besar,
dengan nilai mencapai USD$1.020 per ton pada Bulan Januari tahun ini. Industri
minyak sawit Malaysia merupakan penyumbang keempat terbesar bagi ekonomi negara
tersebut dan saat ini nilainya mencapai RM 1.889 (8 persen) dari pendapatan
nasional bruto (GNI) per kapita.
Potensi teoritis produksi minyak dari
sebatang kelapa sawit adalah 18 ton per hektar. Malaysia saat ini rata-rata
menghasilkan 4 ton per hektar per tahun sehingga upaya difokuskan untuk
meningkatkan produksi tanaman kelapa sawit.
Walaupun
kelapa sawit merupakan tanaman budidaya penghasil minyak yang paling efisien –
dengan produktivitas mencapai 4 sampai 9 kali lipat lebih tinggi dibandingkan
tanaman budidaya penghasil minyak lainnya – namun ekspansi kelapa sawit telah
merambah hutan tropis dan menimbulkan dampak serius terhadap emisi gas rumah
kaca. Studi terbaru oleh International Forestry Research (CIFOR) menghitung
efek atmosferik dari perubahan penggunaan lahan untuk produksi bahan bakar
nabati, dan menemukan bahwa jika kelapa sawit ditanam di lahan gambut, maka
emisi karbon yang dihasilkan dari konversi lahan memerlukan ratusan tahun untuk
kembali seperti semula.
Namun
peningkatan produksi minyak sawit tidak harus berasal dari perluasan lahan ,
kata Tan.
“Sepanjang berlakunya perjanjian Rio tahun
1992, Malaysia berkomitmen mempertahankan 50 persen dari tutupan lahannya
sebagai hutan. Setelah 20 tahun, kami tetap memiliki 55 persen wilayah hutan,
yang berarti kami belum benar-benar memperluas area perkebunan kelapa sawit
dengan membuka hutan,” katanya.
Dan kelapa sawit produksi tinggi memberikan
manfaat lingkungan dua kali lipat, katanya.
“Dengan mencegah ekspansi lahan, emisi gas
rumah kaca akan menurun. Kita juga berharap dapat merancang kelapa sawit agar
tidak membutuhkan terlalu banyak energi untuk proses ekstraksi atau penyulingan
minyak.
Melalui
pendekatan ini, kita tidak saja membuat perimbangan emisi tetapi pada saat
bersamaan menjadi lebih hemat energi. Kebutuhan produksi lebih tinggi paling
dirasakan oleh petani skala kecil, kata Tan. Studi CIFOR terbaru mengenai
dampak penghidupan terhadap petani kelapa sawit di Indonesia menemukan bahwa
minyak sawit dipandang masyarakat sebagai peluang terbaik untuk meningkatkan
kemakmuran, sehingga “penting bagi kita membantu mereka mematuhi kriteria
keberlanjutan seperti menurut Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO)”,
katanya.
Malaysia sedang melaksanakan proyek persilangan selektif
tanaman kelapa sawit dan ditargetkan dapat membantu petani kecil agar dapat
memproduksi kelapa sawit dengan produksi minyak sebanyak mungkin. Melalui
metode ini, kelapa sawit dapat disilangkan untuk menghasilkan antara 8-12 ton per
hektar.
“14 persen perkebunan kelapa sawit di
Malaysia digarap oleh petani kecil – mereka tidak memiliki biaya, sumberdaya
manusia dan seringkali tidak memiliki kemampuan memproduksi minyak sawit secara
lestari. Melalui Program Transformasi Ekonomi, kita telah dapat menolong mereka
dengan proyek dan program keberlanjutan.”
Para petani
kecil enggan menanam kembali setelah periode pematangan 25 tahun untuk mencegah
hilangnya pendapatan jangka pendek, karena kelapa sawit membutuhkan waktu tiga
tahun untuk matang sebelum panen pertama. Akibatnya, Malaysia menghadapi
penumpukan pohon-pohon kelapa sawit tua berusia lebih dari 25 tahun seluas
365.414 hektar, yang normalnya berproduksi lebih rendah. Jika upaya penanaman
kembali tidak dipercepat, akan diperlukan waktu 14 tahun untuk membersihkan
penumpukan tersebut.
Melalui Dana Transformasi Ekonomi, para
petani kecil akan dapat mengakses dukungan finansial untuk mengganti pohon
sawit berproduksi rendah dengan tanaman hasil persilangan selektif berproduksi
tinggi.
Telah tersedia dana sekali seumur hidup untuk
penanaman kembali sebesar RM 6.000 per hektar dan dana bulanan sebesar RM500
per kepala keluarga selama dua tahun bagi petani kecil lepas yang menggarap
lahan seluas 2,5 hektar atau kurang.
“Tujuan kami adalah meningkatkan produksi
kelapa sawit 6 kali lipat pada tahun 2020.” Kata Tan.
Tidak ada komentar