Budidaya Tanaman
campuran
KEMUNDURAN DAN PENYIMPANAN BENIH
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemunduran benih dapat didefinisikan sebagai jatuhnya mutu benih yang
menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam benih dan berakibat pada
berkurangnya viabilitas benih. Faktor-faktor yang mempengaruhi benih itu
sendiri antara lain adalah faktor internal benih mencakup kondisi fisik dan
keadaan fisiologinya, kelembaban nisbi dan temperature, kadar air benih, suhu,
genetic, mikroflora, kerusakan mekanik (akibat panen dan pengolahan), dan
tingkat kemasakan benih.
Kemunduran benih yang menyebabkan menurunnya vigor dan viabilitas benih
merupakan awal kegagalan dalam kegiatan pertanian sehingga harus dicegah agar
tidak mempengaruhi produktivitas tanaman. vigor benih adalah kemampuan benih
menumbuhkan tanaman normal pada kondisi suboptimum di lapang, atau sesudah
disimpan dalam kondisi simpan yang suboptimum dan ditanam dalam kondisi lapang
yang optimum. Viabilitas benih merupakan daya hidup benih yang dapat
ditunjukkan dalam fenomena pertumbubannya, gejala metabolisme, kinerja kromosom
atau garis viabilitas sedangkan viabilitas potensial adalah parameter
viabilitas dari suatu lot benih yang menunjukkan kemampuan benih menumbuhkan
tanaman normal yang berproduksi normal pada kondisi lapang yang optitum.
Penyimpanan merupakan fase kritis yang berpengaruh
terhadap mutu benih.
Penyimpanan benih yang kurang baik
akan menyebabkan benih mengalami kemunduran. Salah satu faktor pembatas dalam
produksi kedelai di daerah tropis adalah cepatnya kemunduran benih selama
penyimpanan sehingga mengurangi ketersediaan benih bermutu tinggi.Banyak faktor
yang mempengaruhi daya simpan benih antara lain, faktor internal benih mencakup
kondisi fisik dan keadaan fisiologinya; kelembaban nisbi dan temperatur; kadar
air benih; genetik; mikroflora; kerusakan mekanik; dan tingkat kemasakan
benih.
A.
Tujuan
Percobaan
Praktikum
ini bertujuan agar dapat melakukan pengujian terhadap viabilitas benih dengan
metode uji pengusangan cepat dan memahami relevansi metode uji tersebut dengan
pendugaan daya simpan serta mengerti cara mengaplikasikan metode
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-anngsur
dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan
fisisologis yang disebabkan oleh faktor dalam. Kemunduran benih beragam, baik
antarjenis, antarvarietas, antarlot, bahkan antarindividu dalam suatu lot
benih. Kemunduran benih dapat menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam
benih dan berakibat pada berkurangnya viabilitas benih (kemampuan benih
berkecambah pada keadaan yang optimum) atau penurunan daya kecambah. Proses
penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya
berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah
di lapangan (field emergence), terhambatnya pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim
yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman (Copeland dan Donald, 1985).
Kemunduran benih adalah mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat menimbulkan
perubahan menyeluruh di dalam benih, baik fisik, fisiologi maupun kimiawi yang
mengakibatkan menurunnya viabilitas benih (Sadjad, 1994).
Penyimpanan dalam rangka pembenihan mempunyai arti
yang luas, karena yang diartikan penyimpanan di sini adalah sejak benih itu
mencapai kemasakan fisiologisnya sampai ditanam. Adapun tempat dan waktunya
bisa terjadi ketika benih masih berada pada tanaman, di gudang penyimpanan atau
dalam rangka pengiriman benih itu ke tempat atau daerah yang memerlukan. Selama
dalam penyimpanan karena pengaruh beberapa faktor, mutu benih akan mengalami
kemunduran Kartasapoetra(1986) dalam Hario Polije(2009) .
BAB III
PEMBAHASAN
Laju kemunduran benih adalah berapa besarnya penyimpangan terhadap keadaan
optimum untuk mencapai maksimum. Laju kemunduran benih dipengaruhi
oleh dua faktor, yaitu:
1. Faktor
Genetis Benih
Kemunduran benih karena sifat
genetis biasa disebut proses deteriorasi yang kronologis. Artinya, meskipun
benih ditangani dengan baik dan faktor lingkungannya pun mendukung namun proses
ini akan tetap berlangsung.
2. Karena
Faktor Lingkungan
Proses ini biasa disebut proses
deteriorasi fisiologis. Proses ini terjadi karena adanya faktor lingkungan yang
tidak sesuai dengan persyaratan penyimpanan benih, atau terjadi proses
penyimpangan selama pembentukan dan prosesing benih.
3.2 FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KEMUNDURAN BENIH DITEMPAT PENYIMPANAN
3.2.1 Kadar Air Benih Sebelum Disimpan
Kadar air benih yang tinggi dapat
meningkatkan laju kemunduran benih dalam tempat penyimpanan Laju kemunduran
benih dapat diperlambat, dengan cara kadar air benih harus dikurangi sampai
kadar air benih optimum. Kadar air benih optimal, yaitu kadar air tertentu
dimana benih tersebut disimpan lama tanpa mengalami penurunan mutu benih. Kadar
air optimum dalam penyimpanan bagi sebagian besar benih adalah antara 6-9%
(untuk benih kangkung, kubis bunga, caisin, ketimun, cabai, tomat, bayam),
10%-12% untuk benih kacang-kacangan (kadar air untuk benih kedelai, harus
dibawah 11% , kadar air untuk kacang panjang 12%), kadar air untuk benih
serealia (padi, gandum, jagung dll), sebaiknya dibawah 14%.
3.2.2 Suhu Tempat Penyimpanan
Suhu optimum untuk penyimpanan benih jangka panjang
terletak antara -18 – 20oC.
3.2.3 Kelembaban Tempat Penyimpanan
Kelembaban lingkungan selama
penyimpanan juga sangat mempengaruhi viabilitas benih, hal ini disebabkan
karena sifat benih yang higroskopis yaitu selalu menyesuaikan diri dengan
kelembaban udara disekitarnya. Kelembaban ruang simpan harus diatur sehingga
sedemikian rupa sehingga kadar air benih pada keadaan yang menguntungkan untuk
jangka waktu simpan yang panjang. Pada kebanyakan jenis benih, kelembaban
nisbih ruang penyimpanan antara 50-60%, dan suhu 0-10oC adalah cukup baik untuk
mempertahankan viabilitas benih, paling tidak untuk jangka waktu penyimpanan
selama 1 tahun.
3.2.4 Tempat Pengemasan
Tujuan pengemasan adalah untuk
mempertahankan kualitas benih selama dalam penyimpanan dan atau pemasaran,
sehingga benih tetap terjamin daya tumbuh dan daya kecambahnya secara normal.
3.3 CIRI-CIRI
PROSES KEMUNDURAN BENIH
Benih yang mengalami proses deteriorasi akan menyebabkan turunnya kualitas
dan sifat benih jika dibandingkan pada
saat benih tersebut mencapai masa fisiologinya. Turunnya kualitas benih dapat
mengakibatkan viabilitas dan vigor benih menjadi rendah yang pada akhirnya akan
mengakibatkan tanaman menjadi buruk. Ciri-ciri ini dapat dilihat pada tanaman
di lahan yang memiliki viabilitas yang tinggi dan hasil panen yang menjadi
jelek. Selain itu, kemunduran benih ini dapat dilihat dari berkurangnya laju
respirasi dan peningkatan kandungan asam lemak dalam benih.
3.3.1 Tanda-tanda kemunduran benih
Tanda-tanda kemunduran benih terdiri dari 3 gejala, yaitu gejala
fisiologis, gejala kinerja benih dan pemudaran warna sebagai berikut :
A. Gejala
fisiologis
1. Aktivitas
enzim menurun: dehidrogenesis, glutamate, dekarboksilase, katalase,
peroksidase, fenolase, amylase, sitokromoksidase.
2.
Respirasi menurun: konsumsi O2 rendah produksi
CO2 rendah.
3.
Bocoran
metabolit meningkat (nilai daya hantar listrik meningkat dan gula terlarut meningkat).
4.
Kandungan
asam lemak bebas meningkat (Lipid = asam lemak + gliserol). Contoh pada benih
kapas kandungan asam lemak bebas ≥1% sudah tidak dapat berkecambah.
B. Gejala kinerja benih
1.
Kinerja
perkecambahan rendah
2.
Daya suai
terhadap lingkungan rendah
3.
Daya tumbuh
di lapang rendah
4.
Tidak tahan
terhadap ancaman lingkungan
- Pemudaran warna
Pemudaran waran benih ini, biasanya akibat penuaan atau umur benih yang
sudah lama, cirinya mencoklat pada embrio atau pada kulit benih.
2.4
KEMUNGKINAN
PENYEBAB KEMUNDURAN BENIH
Berikut
merupakan kemungkinan penyebab kemunduran benih :
1. Autoxidasi Lipid dapat terjadi pada benih:
a. KA < 6%
b. Konsentrasi
O2 tinggi
c. Suhu tinggi
2. Degradasi
Struktur Fungsional
a. Hilangnya
permeabilitas membran sel (terhidrolisis oleh fosfolipase dan oksidase).
b. Rusaknya
membran mitokondria (ATP-ase tinggi, fosforilasi oksidatif rendah, produksi ATP
tinggi).
3. Ribosom
tidak mampu berdisosiasi
Ribosom tidak mampu berisolasi
menyebabkan sintesis protein terhambat.
4. Degradasi
dan Inaktivasi Enzim
Perubahan struktur makromolekul
enzim menurunkan aktivitasnya. Berikut merupakan macam perubahan yang dimaksud
:
a. Perubahan
komposisi meliputi :
·
Grup
fungsional (hilang/mengikat)
·
Oksidasi
gugus sulfhidril
·
Perubahan
asam amino dalam protein
b. Perubahan
konfigurasi, meliputi :
·
Penglipatan
atau pelurusan
·
Penggumpalan
atau polimerisasi
·
Pemutusan
menjadi sub2 unit
5. Pengaktifan/Pembentukan
Enzim-enzim Hidrolitik
Bila KA benih > 20%, cukup untuk mengaktifkan enzim2 hidrolotik (lipase,
fosfolipase, fosfatase, amilase)
6.
Degradasi
Genetik sebagai penyebab utama ketuaan
7.
perubahan
sifat kromosom (selaras dengan penuaan)
Mutasi genetik; berkorelasi dengan
ketuaan dan hilangnya viabilitas
8.
Habisnya
cadangan makanan (sudah tidak diterima)
9.
Kelaparan
sel meristematik: jauhnya jarak antara cadangan makanan dengan sel-sel
meritematik
10. Akumulasi
senyawa beracun (toxic)
a. embrio baik
pada endosperm tua
b. embrio tua
pada endosperm baik
3.5. PENGENDALIAN KEMUNDURAN BENIH
Dalam kegiatan pertanian, terjadinya kemunduran benih merupakan salah satu
faktor penyebab menurunnya produktivitas tanaman sehingga hal ini hanrus
dihindari. Hasil-hasil penelitian menunjukkan dengan memberikan perlakuan pada
benih yang memperlihatkan gejala kemunduran, dapat memperbaiki kondisi benih.
Murray dan Wilson (1987) melaporkan kemunduran benih dapat dikendalikan
dengan cara "invigorasi" melalui proses hidrasi-dehidrasi. Sadjad
(1994) mendefinisikan invigorasi sebagai proses bertambahnya vigor benih. Dengan
demikian perlakuan invigorasi adalah peningkatan vigor benih dengan memberikan
perlakuan pada benih. Menurut Khan (1992) perlakuan pada benih adalah untuk
memobilisasi sumber-sumber energi yang ada dalam benih untuk bekerja sama
dengan sumber-sumber energi yang ada di luar atau di lingkungan tumbuh untuk
menghasilkan pertanaman dan hasil yang maksimal.
Perlakuan benih yang telah dikenal antara lain presoaking dan conditioning.
Menurut Khan (1992) presoaking adalah perendaman benih dalam sejumlah air pada
suhu rendah sampai sedang, sedangkan conditioning adalah peningkatan mutu
fisiologi dan biokimia (berhubungan dengan kecepatan dan perkecambahan,
perbaikan serta peningkatan potensial perkecambahan) dalam benih oleh media
imbibisi potensial air yang rendah (larutan atau media padatan lembab) dengan
mengatur hidrasi dan penghentian perkecambahan. Benih menyerap air sampai
potensial air dalam benih dan media pengimbibisi sama (dicapai keseimbangan
potensial air). Presoaking dalam periode singkat menghasilkan efek yang cukup
baik terhadap peningkatan perkecambahan dan pertumbuhan kecambah. Pengeringan
tidak mengurangi pengaruh positif dari presoaking (Kidd and West dalam Khan,
1992). Perlakuan presoaking berpengaruh baik pada benih yang bervigor sedang.
Hadiana (1996) melaporkan perlakuan presoaking atau conditioning secara
nyata efektif meningkatkan viabilitas dan vigor benih sebelum penyimpanan,
dapat meningkatkan daya berkecambah potensi tumbuh, keserempakan tumbuh, dan
bobot kering kecambah normal.
Untuk mengatasi permasalahan terjadinya kemunduran mutu benih baik yang
diakibatkan oleh faktor penyimpanan maupun diakibatkan oleh faktor kesalahan
dalam penanganan be-nih, dapat dilakukan dengan melakukan teknik “invigorasi”.
Invigorasi adalah suatu perlakuan fisik atau kimia untuk meningkatkan atau
memperbaiki vigor benih yang telah mengalami kemun-duran mutu (Basu dan
Rudrapal, 1982).
4.5 PENYIMPANAN
BENIH
Selama
ribuan tahun petani di seluruh dunia telah memproduksi dan menyimpan benih
mereka sendiri. Disamping memproduksi makanan untuk keluarga mereka, para
petani di seluruh dunia menyimpan benih benih dari tanaman mereka yang tersehat
dan terbaik kualitasnya. Dengan meniru proses alami di sekitarnya, para
penyimpan benih telah membentuk beranekaragam varietas berkwalitas seperti yang
masih kita rasakan pada saat ini.
Penyimpanan benih merupakan salah satu cara yang dapat menunjang keberhasilan penyediaan benih, mengingat bahwa kebanyakan jenis pohon hutan tidak berbuah sepanjang tahun sehingga perlu dilakukan penyimpanan yang baik agar dapat menjaga kestabilan benih dari segi kuantitas maupun kualitasnya (Widodo, 1991).
Penyimpanan benih merupakan salah satu cara yang dapat menunjang keberhasilan penyediaan benih, mengingat bahwa kebanyakan jenis pohon hutan tidak berbuah sepanjang tahun sehingga perlu dilakukan penyimpanan yang baik agar dapat menjaga kestabilan benih dari segi kuantitas maupun kualitasnya (Widodo, 1991).
Menurut
Schmidt (2000), tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk menjamin persediaan
benih yang bermutu bagi suatu program penanaman bila diperlukan. Jika waktu
penyemaian dilaksanakan segera setelah pengumpulan benih maka benih dapat
langsung digunakan di persemian sehingga penyimpanan tidak diperlukan. Akan
tetapi kasus semacam ini sangat jarang terjadi, hal ini disebabkan karena pada
daerah dengan iklim musim yang memiliki musim penanaman pendek sangat tidak
memungkinkan untuk langsung menyemai benih, sehingga benih perlu disimpan untuk
menunggu saat yang tepat untuk disemai.
Penyimpanan dalam rangka pembenihan mempunyai arti yang luas, karena yang diartikan penyimpanan di sini adalah sejak benih itu mencapai kemasakan fisiologisnya sampai ditanam. Adapun tempat dan waktunya bisa terjadi ketika benih masih berada pada tanaman, di gudang penyimpanan atau dalam rangka pengiriman benih itu ke tempat atau daerah yang memerlukan. Selama dalam penyimpanan karena pengaruh beberapa faktor, mutu benih akan mengalami kemunduran Kartasapoetra(1986) dalam Hario Polije(2009).
Penyimpanan dalam rangka pembenihan mempunyai arti yang luas, karena yang diartikan penyimpanan di sini adalah sejak benih itu mencapai kemasakan fisiologisnya sampai ditanam. Adapun tempat dan waktunya bisa terjadi ketika benih masih berada pada tanaman, di gudang penyimpanan atau dalam rangka pengiriman benih itu ke tempat atau daerah yang memerlukan. Selama dalam penyimpanan karena pengaruh beberapa faktor, mutu benih akan mengalami kemunduran Kartasapoetra(1986) dalam Hario Polije(2009).
Selama
penyimpanan benih, proses fisiologis tetap berlangsung sehingga harus
diusahakan agar proses ini berjalan seminimal mungkin Hendarto (1996) dalam
Hario Polije(2009). Tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan
viabilitas benih selama periode simpan yang lama, sehingga benih ketika akan
dikecambahkan masih mempunyai viabilitas yang tidak jauh berbeda dengan
viabilitas awal sebelum benih disimpan.Kegiatan penyimpanan benih tidak
terlepas dari penggunaan wadah simpan.
Justice
dan Bass (1979) dalam Yudi Harisman (2009)., mengemukakan bahwa penggunaan
wadah dan cara simpan benih sangat tergantung pada jenis, jumlah benih, teknik
pengepakan, lama penyimpanan, suhu ruang simpan dan kelembaban ruang simpan.
Berapa lama benih dapat disimpan sangat tergantung pada kondisi benih dan lingkungannya sendiri. Beberapa tipe benih tidak mempunyai ketahanan untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama atau sering disebut benih rekalsitran. Sebaliknya benih ortodoks mempunyai daya simpan yang lama dan dalam kondisi penyimpanan yang sesuai dapat membentuk cadangan benih yang besar di tanah Schmidt (2000) dalam Yudi Harisman (2009).. Meskipun tipe ortodoks dan rekalsitran relatif jelas perbedaannya, daya tahan benih untuk bertahan pada saat penyimpanan meliputi variasi yang luas, dari yang sangat rekalsitran, intermediate sampai ortodoks. Pada umumnya semakin lama benih disimpan maka viabilitasnya akan semakin menurun. Mundurnya viabilitas benih merupakan proses yang berjalan bertingkat dan kumulatif akibat perubahan yang diberikan kepada benih mengemukakan bahwa periode penyimpanan terdiri dari penyimpanan jangka panjang, penyimpanan jangka menengah dan penyimpanan jangka pendek. Penyimpanan jangka panjang memiliki kisaran waktu puluhan tahun, sedangkan penyimpanan jangka menengah memiliki kisaran waktu beberapa tahun dan penyimpanan jangka pendek memiliki kisaran waktu kurang dari satu tahun. Tidak ada kisaran pasti dalam periode penyimpanan, hal ini disebabkan karena periode penyimpanan sangat tergantung dari jenis tanaman dan tipe benih itu sendiri.
Ketahanan benih untuk disimpan beragam tergantung dari jenis, cara dan tempat penyimpanan Sutopo (1988) dalamHario Polije(2009).
Berapa lama benih dapat disimpan sangat tergantung pada kondisi benih dan lingkungannya sendiri. Beberapa tipe benih tidak mempunyai ketahanan untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama atau sering disebut benih rekalsitran. Sebaliknya benih ortodoks mempunyai daya simpan yang lama dan dalam kondisi penyimpanan yang sesuai dapat membentuk cadangan benih yang besar di tanah Schmidt (2000) dalam Yudi Harisman (2009).. Meskipun tipe ortodoks dan rekalsitran relatif jelas perbedaannya, daya tahan benih untuk bertahan pada saat penyimpanan meliputi variasi yang luas, dari yang sangat rekalsitran, intermediate sampai ortodoks. Pada umumnya semakin lama benih disimpan maka viabilitasnya akan semakin menurun. Mundurnya viabilitas benih merupakan proses yang berjalan bertingkat dan kumulatif akibat perubahan yang diberikan kepada benih mengemukakan bahwa periode penyimpanan terdiri dari penyimpanan jangka panjang, penyimpanan jangka menengah dan penyimpanan jangka pendek. Penyimpanan jangka panjang memiliki kisaran waktu puluhan tahun, sedangkan penyimpanan jangka menengah memiliki kisaran waktu beberapa tahun dan penyimpanan jangka pendek memiliki kisaran waktu kurang dari satu tahun. Tidak ada kisaran pasti dalam periode penyimpanan, hal ini disebabkan karena periode penyimpanan sangat tergantung dari jenis tanaman dan tipe benih itu sendiri.
Ketahanan benih untuk disimpan beragam tergantung dari jenis, cara dan tempat penyimpanan Sutopo (1988) dalamHario Polije(2009).
Dalam
kegiatan penanganan benih, secara umum benih dikelompokkan ke dalam dua
golongan utama sesuai dengan kondisi penyimpanan yang dituntut, yaitu benih recalsitrant
dan benih orthodox. Benih orthodox mampu disimpan dalam waktu yang lama pada
kadar air benih yang rendah (2 – 5%) dan suhu penyimpanan yang rendah. Benih
recalsitrant adalah benih yang viabilitasnya segera turun sampai nol jika
disimpan dalam waktu yang lama dan kadar air yang rendah. Pada benih
recalsitrant, kadar air benih pada waktu masak lebih dari 30% sampai 50%, dan
sangat peka terhadap pengeringan di bawah 12% sampai 30%. Kelompok species yang
benihnya tahan terhadap pengeringan sampai kadar air benih yang rendah seperti
pada benih orthodox, tetapi sangat peka terhadap suhu penyimpanan yang rendah,
belakangan ini dikelompokkan dalam benih intermediate (Ellis et al., 1990 dalam
Schmidt, 2000).Menurut Schmidt (2000) dalam Hario Polije (2009), benih orthodox
tahan terhadap pengeringan dan suhu penyimpanan yang rendah, yaitu pada suhu 0
– 5o C dengan kadar air benih 5 – 7%. Dalam kondisi penyimpanan yang optimal,
benih yang orthodox akan mampu disimpan sampai beberapa tahun. Pada saat masak,
kadar air benih pada kebanyakan benih orthodox sekitar 6 – 10%. Benih orthodox
banyak ditemukan pada zona arid, semi arid dan pada daerah dengan iklim basah,
di samping itu juga ada yang ditemukan pada zona tropis dataran tinggi. Menurut
Schmidt (2000), benih recalsitrant didefinisikan sebagai benih yang tidak tahan
terhadap pengeringan dan suhu penyimpanan yang rendah, kecuali untuk beberapa
species temperate recalsitrant. Tingkat toleransinya tergantung dari species
masing-masing, umtuk benih species dari daerah tropik kadar air benih yang
dianjurkan untuk penyimpanan adalah 20 – 35% dan suhu penyimpanan 12 – 15o C.
kebanyakan benih recalsitrant hanya mampu disimpan beberapa hari sampai dengan
beberapa bulan. Benih recalsitrant pada waktu masak, kadar air benih sekitar 30
– 70%. Benih recalsitrant banyak ditemukan pada species dari zona iklim tropis
basah, hutan hujan tropis, dan hutan mangrove, beberapa ditemukan pada zona
temperate dan sedikit ditemukan pada zona panas.
Benih yang diproduksi dan diproses seringkali tidak langsung ditanam tetapi disimpan dahulu untuk digunakan pada musim tanam berikutnya, di samping itu ada pula benih yang memang perlu disimpan dalam waktu tertentu terlebih dahulu sebelum ditanam yaitu benih yang mengalami after ripening. Untuk menghambat laju deteriorasi maka benih ini harus disimpan dengan metode tertentu agar benih tidak mengalami kerusakan ataupun penurunan mutu.
Kunci keberhasilan penyimpanan benih ortodoks seperti jagung terletak pada pengaturan kadar air dan suhu ruang simpan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Harrington (1972) danDelouche (1990) dalam M. Azrai (dkk.). Namun demikian, suhu hanya berperan nyata pada kondisi kadar air di mana sel-sel pada benih memiliki air aktif (water activity)yang memungkinkan proses metabolisme dapat berlangsung. Proses metabolisme meningkat dengan meningkatnya kadar air benih, dandipercepat dengan meningkatnya suhu ruang simpan. Peningkatan metabolisme benih menyebabkan kemunduran benih lebih cepat (Justiceand Bass 1979). Kaidah umum yang berlaku dalam penyimpanan benih menurut Matthes et al. (1969) adalah untuk setiap 1% penurunan kadar air,daya simpan dua kali lebih lama. Kaidah ini berlaku pada kisaran kadar air5-14%, dan suhu ruang simpan tidak lebih dari 40oC.
Benih yang diproduksi dan diproses seringkali tidak langsung ditanam tetapi disimpan dahulu untuk digunakan pada musim tanam berikutnya, di samping itu ada pula benih yang memang perlu disimpan dalam waktu tertentu terlebih dahulu sebelum ditanam yaitu benih yang mengalami after ripening. Untuk menghambat laju deteriorasi maka benih ini harus disimpan dengan metode tertentu agar benih tidak mengalami kerusakan ataupun penurunan mutu.
Kunci keberhasilan penyimpanan benih ortodoks seperti jagung terletak pada pengaturan kadar air dan suhu ruang simpan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Harrington (1972) danDelouche (1990) dalam M. Azrai (dkk.). Namun demikian, suhu hanya berperan nyata pada kondisi kadar air di mana sel-sel pada benih memiliki air aktif (water activity)yang memungkinkan proses metabolisme dapat berlangsung. Proses metabolisme meningkat dengan meningkatnya kadar air benih, dandipercepat dengan meningkatnya suhu ruang simpan. Peningkatan metabolisme benih menyebabkan kemunduran benih lebih cepat (Justiceand Bass 1979). Kaidah umum yang berlaku dalam penyimpanan benih menurut Matthes et al. (1969) adalah untuk setiap 1% penurunan kadar air,daya simpan dua kali lebih lama. Kaidah ini berlaku pada kisaran kadar air5-14%, dan suhu ruang simpan tidak lebih dari 40oC.
]
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
A.
Bahan dan Alat
1.
Bahan : Benih jagung 300 butir, untuk 3
ulangan dan 3 perlakuan.
2.
Alat : timbangan
analitik, gelas ukur, toples plastik, kain kasa, benang jagung, pinset, cawan
petri, kertas stensil,/buram, plastik, air, wadah plastic,/tray, kertas label,
pisau lipat, atau gunting dan karet gelang.
B.
Metode Percobaan
Ø Rancangan Percobaan
Rancangan
percobaan yang di gunakan adalah rancangan percobaan nonfaktorial.
Ø Pelaksanaan Percobaan
1. Menyiapkan larutan alkohol 10% dalam
toples.
2. Menyiapkan benih jagung kemudian
diberi perlakuan lamanya waktu perendaman benih dalam larutan alkohol yaitu:
kontrol, 15 menit, 30 menit, 45 menit, 60 menit.
3. Untuk perlakuan kontrol langsung
ditanam dengan menggunakan metode UKDdP (Uji Kertas Digulung dalam Plastik).
4. Merendam benih kedalam toples yang
telah berisi larutan alkohol 10%. Lama perendaman di sesuaikan dengan taraf
perlakuan.
5. Mengangkat dan meniriskan benih yang
telah didera alkohol tersebut diatas kertas kering. Kemudian mengecambahkan dengan
metode UKDdP.
6. Melakukan pengamatan setiap hari
selama 1 minggu.
Ø Pengamatan
Parameter atau peubah yang di amati adalah: Potensi Tumbuh
(PT), Daya Berkecambah (DB), Indeks Vigor (IV), Keserempakan Tumbuh (KST),
Kecepatan Tumbuh (KCT), T50 dan Berat Kering Kecambah Normal (BKKN).
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
Dari percobaan tersebut
maka diperoleh hasil sebagai berikut :
Total
|
Rerata
|
||||
I
|
II
|
III
|
|||
W0
|
10
|
11
|
13
|
34
|
11,3
|
W1
|
11
|
9
|
12
|
32
|
10,7
|
W2
|
8
|
12
|
10
|
30
|
10,0
|
W3
|
9
|
9
|
8
|
26
|
8,7
|
W4
|
9
|
8
|
10
|
27
|
9,0
|
Total
|
47
|
49
|
53
|
149
|
9,9
|
1.
Pengamatan Potensi Tumbuh
Hari Ke-1 Pada Benih kedelai
2.
Pengamatan Potensi
Tumbuh Hari Ke-2 Pada Benih kedelai
Perlakuan
|
Ulangan
|
Total
|
Rerata
|
||
I
|
II
|
III
|
|||
W0
|
17
|
17
|
20
|
54
|
18,0
|
W1
|
18
|
17
|
16
|
51
|
17,0
|
W2
|
16
|
20
|
16
|
52
|
17,3
|
W3
|
13
|
15
|
14
|
42
|
14,0
|
W4
|
14
|
14
|
17
|
45
|
15,0
|
Total
|
78
|
83
|
83
|
244
|
16,3
|
3.
Pengamatan Potensi Tumbuh
Hari Ke-3 Pada Benih kedelai
Perlakuan
|
Ulangan
|
Total
|
Rerata
|
||
I
|
II
|
III
|
|||
W0
|
25
|
25
|
25
|
75
|
25,0
|
W1
|
25
|
25
|
23
|
73
|
24,3
|
W2
|
25
|
25
|
23
|
73
|
24,3
|
W3
|
23
|
24
|
23
|
70
|
23,3
|
W4
|
24
|
25
|
25
|
74
|
24,7
|
Total
|
122
|
124
|
119
|
365
|
24,3
|
DAFTAR
PUSTAKA
M. Azrai, Rahmawati, Ramlah Arief dan Sania Saenong. Pengelolaan Benih Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia,
Maros.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/bjagung/sebelas.pdf
diakses pada tanggal 9 Juni 2010.
Hendarto(1996), Kartasapoetra(1986), Schmidt (2000), Sutopo(1988) dalam Hario Polije. 2009. Penyimpanan benih(seedstorage).http://hariopolije.blogspot.com/2009/04/hmmm.html. diakses pada tanggal 9 Juni 2010.
Justice and Bass(1979), Schmidt, L(2000), Siregar, S.T(2000), Widodo, W (1991) dalam Yudi Harisman, 2009. Wadah dan Lama Penyimpanan Benih. http://forester-rimbawan.blogspot.com/2009/05/wadah-dan-lama-penyimpanan-benih.html diakses pada tanggal 9 Juni 2010.
Terimakasih atas artikelnya, berguna dan bisa buat referensi untuk pengertian benih pada saya?
BalasHapussip.,,
BalasHapus