Hama Tanaman
PERAMALAN EPIDEMI PENYAKIT TUMBUHAN
I.I. Latar Belakang
Epidemiologi penyakit tanaman adalah ilmu yang mempelajari tentang
penyakit pada populasi tanaman. Sama seperti penyakit manusia dan hewan, penyakit tanaman terjadi karena patogen seperti bakteri , virus , jamur , Oomycetes , nematoda , phytoplasmas , protozoa , dan tanaman parasit. Epidemiologi penyakit tanaman sering
dilihat dari pendekatan multi-disiplin, yang membutuhkan biologi , statistik , agronomi dan ekologi perspektif. Biologi diperlukan untuk memahami
patogen dan siklus hidupnya. Hal ini juga penting untuk memahami fisiologi
tanaman dan bagaimana patogen yang dapat mempengaruhi itu.. praktik agronomi seringkali mempengaruhi
kejadian penyakit yang lebih baik atau buruk. pengaruh ekologis yang banyak.. Spesies asli tanaman menjadi penampungan untuk
patogen yang menyebabkan penyakit pada tanaman. Statistik model sering digunakan untuk meringkas dan
menggambarkan kompleksitas epidemiologi penyakit tanaman, sehingga proses
penyakit dapat lebih mudah dipahami.
Epidemi
penyakit pada tanaman dapat menyebabkan kerugian yang besar dalam hasil tanaman
serta mengancam untuk menghapus sebuah seluruh spesies seperti halnya dengan penyakit Elm
Belanda dan bisa terjadi dengan Sudden Death
Oak .
Epidemi penyakit busuk daun kentang, yang disebabkan oleh Phytophthora
infestans , menyebabkan Kelaparan Besar
Irlandia dan hilangnya banyak nyawa.
Monocyclic
epidemi disebabkan oleh patogen dengan rendah tingkat
kelahiran dan tingkat
kematian yang berarti mereka hanya memiliki satu siklus infeksi per musim. Mereka
adalah khas tanah lahir penyakit. Polisiklik epidemi disebabkan oleh patogen
mampu siklus beberapa infeksi musim.
I.2. Tujuan
Untuk mengetahui dampak
gejala dan kasus yang sering terjadi
akibat epidemik yaitu dengan peramalan epidemik penyakit tanaman.
BAB II ISI
II.1.
PENGERTIAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TANAMAN
Kata epidemi
berasal dari bahasa Yunani, tersusun atas dua kata dasar yaitu :
“epos” yang artinya diantara, pada, atau mengenai dan “demos” yang artinya rakyat, banyak, atau populasi. Dengan menggunakan pengertian analogi maka, epidemiologi penyakit tanaman berarti ilmu yang mempelajari penyakit yang banyak berkembang pada populasi tanaman atau mempelajari penyakit tanaman yang (mungkin) berkembang menjadi mewabah. Petani mengusahakan tanaman sebagai pertanaman, atau kelompok (populasi) tanaman, sehingga kerugian yang diderita oleh petani terjadi pada aras (level) populasi. Oleh karena itu, epidemiologi selalu mempertimbangkan penyakit dalam populasi tanaman.
“epos” yang artinya diantara, pada, atau mengenai dan “demos” yang artinya rakyat, banyak, atau populasi. Dengan menggunakan pengertian analogi maka, epidemiologi penyakit tanaman berarti ilmu yang mempelajari penyakit yang banyak berkembang pada populasi tanaman atau mempelajari penyakit tanaman yang (mungkin) berkembang menjadi mewabah. Petani mengusahakan tanaman sebagai pertanaman, atau kelompok (populasi) tanaman, sehingga kerugian yang diderita oleh petani terjadi pada aras (level) populasi. Oleh karena itu, epidemiologi selalu mempertimbangkan penyakit dalam populasi tanaman.
Menurut
van der Plank (1963) epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari penyakit
dalam populasi. Kranz (1973) menambahkan adanya faktor pengaruh lingkungan
dan perilaku manusia di dalamnya, kemudian dilengkapi oleh Zadock (1979)
bahwa proses tersebut terjadi dalam waktu dan ruang tertentu
yang mempunyai saat awal, optimal dan akhir, sehingga populasi patogen
merupakan fungsi dari waktu ( X = ft ). Menurut Oka (1993) epidemiologi
adalah studi kuantitatif tentang perkembangan penyakit dalam ruang dan
dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat interaksi antara populasi inang
dengan populasi patogen yang dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, biotik
dan manusia.
Pengertian
lengkap tentang epidemiologi penyakit tanaman merupakan cabang ilmu
penyakit tanaman yang membahas tentang fenomena populasi tanaman inang dan
populasi patogen dengan memperhatikan interaksinya yang dipengaruhi
oleh faktor-faktor fisik, biotik dan manusia yang terjadi dalam areal dan
waktu tertentu yang berakibat merugikan tanaman yang dianalisis secara
kuantitatif tentang bagaimana pewabahannya.
Beberapa
istilah yang berhubungan dengan epidemi sering saling dipahami berbeda.
Istilah yang lebih tepat untuk ‘pewabahan penyakit tanaman’
yaitu epifitotik (epos = diantara, pada, mengenai phyton = pohon =
tanaman), tetapi istilah ini kurang mendapat perhatian, sehingga sampai
sekarang dalam ilmu penyakit tanaman, pewabahannya tetap digunakan istilah
‘epidemi’ sebagai kata benda dan ‘epidemik’ sebagai kata sifat yang sudah
sangat luas dan dikenal masyarakat.
Epidemik
(epidemic) berarti peningkatan insiden penyakit (disease incidence)
atau terjadi perkembangan penyakit dalam suatu populasi tanaman per satuan
waktu per satuan luas (van der Plank, 1963). Zadock & Schein (1979)
mengemukakan bahwa epidemik sebagai pertambahan penyakit dalam suatu
populasi tanaman per satuan waktu per satuan luas. Pengertian epidemik
tersebut digunakan untuk menunjukkan dinamika penyakit dalam populasi
tanaman tanpa mempertimbangkan keganasannya. Epidemi terjadi pada jangka
waktu tertentu, atau tidak selalu terjadi pada setiap waktu. Epidemi
terjadi pada tempat, ruang, wilayah tertentu, atau tidak merata di setiap
tempat. Suatu penyakit yang terdapat merata, terjadi terus menerus di
setiap musim dan berasal dari daerah yang bersangkutan, tidak dianggap
sebagai penyakit epidemik, tetapi penyakit endemik. Penyakit exotik
terdapat merata tetapi berasal dari daerah lain. Suatu penyakit yang
merata di seluruh benua atau dunia disebut pandemik, tetapi jika penyakit
hanya terdapat di sana-sini dengan selang waktu yang tidak tertentu dan
tidak meningkat disebut sporadik.
II.2. PROSES TERJADI EPIDEMI
Penyakit epidemi terjadi karena interaksi yang tepat pada waktunya dari
unsur-unsur yang mengakibatkan terjadinya penyakit tanaman. Unsur-unsur yang
dimaksud yaitu: 1)
tanaman inang yang rentan, 2) patogen yang virulen (ganas), 3) kondisi
lingkungan yang menguntungkan
interaksi, 4) campur tangan manusia dan
5) waktu interaksi
Pada
sistem alami, unsur yang dipertimbangkan dalam interaksi yang menimbulkan
terjadinya penyakit hanya tiga, yaitu tanaman inang rentan, patogen virulen dan
kondisi lingkungan yang menguntungkan interaksi. Interaksi ini telah umum
digambarkan sebagai skema segitiga penyakit, sehingga konsep timbulnya penyakit
yang menggunakan pertimbangan tiga unsur ini disebut konsep segi tiga penyakit.
Pada ekosistem pertanian, aktivitas manusia
yang mungkin tanpa disadari dapat membantu timbul dan berkembangnya penyakit
atau bahkan sebaliknya secara efektif dapat menghentikannya pada kondisi yang
mungkin secara alami menimbulkan epidemik. Interaksi dalam ekosistem pertanian
ini biasanya digambarkan sebagai skema segi empat penyakit dan konsepnya
disebut konsep segi empat penyakit.
Perkembangan
penyakit menjadi jelas apabila diamati dalam rentang waktu yang cukup lama.
Pengamatan dilakukan dari satu waktu ke waktu berikutnya, dari satu musim ke
musim-musim berikutnya atau dari tahun ke tahun-tahun berikutnya. Hal-hal yang
dipertimbangkan adalah kerentanan tanaman inang, virulensi patogen, serta lama
dan intensitas faktor lingkungan. Oleh karena itu, proses epidemik penyakit
secara alami, digambarkan sebagai skema limas segi tiga (tetrahedron) epidemik
penyakit dengan menggunakan alas skema segi tiga penyakit dan unsur waktu
sebagai tinggi limas. Pada ekosistem pertanian, proses epidemik penyakit digambarkan sebagai skema limas
segi empat (piramida) epidemik penyakit.
Dalam skema segi empat penyakit
maupun piramida epidemi penyakit, unsur campur tangan manusia sulit diukur atau
dikuantitatifkan. Oleh karena itu dalam analisis kuantitatif epidemi penyakit
tanaman hanya diketengahkan unsur - unsur yang berinteraksi dalam skema
tetrahedron epidemi. Kekuatan masing – masing unsur dalam skema
tetrahedron epidemi penyakit tanaman, diwakili oleh panjang sisi bangunan ke-arah
unsur lainnya. Jika keempat unsur tetrahedronepidemi penyakit tersebut dapat
diukur, maka volume piramida akan dapat dihitung pula. Berdasar pemikiran
inilah kemudian kita gunakan sebagai analogianalisis epidemi sehingga volume
piramida akan sebanding dengan beratnyapenyakit pada tanaman yang bersangkutan.
Oleh karena itu menurut analisis konsep piramida, kemungkinan penyakit menjadi
epidemik apabila:
1. Kerentanan tanaman inang (I) meningkat atau ketahanannya
menurun
2. Virulensi (keganasan) patogen (P) meningkat
3. Kondisi lingkungan (L) mendekati tingkat optimum untuk
pertumbuhan, reproduksi,
dan penyebaran patogen.
4. Meningkatnya campur tangan manusia (M) yang mengakibatkan
berubahnya
keseimbangan ekosistem
5. Rentang waktu (t) yang menguntungkan interaksi
inang-patogen berlangsung cukup
lama.
II.3. PERAMALAN EPIDEMI PENYAKIT TANAMAN
II.3.1.
Peramalan Epidemi Penyakit Tanaman
A. Prakiraan penyakit
Jika
datangnya epidemi dapat diprakirakan (diramal, diprediksi) dengan jangka waktu
yang cukup untuk melakukan usaha pencegahan, kerugian-kerugian besar akan dapat
dihindarkan. Namun demikian, kebanyakan epidemi, terutama ditentukan oleh
faktor-faktor cuaca yang sukar diprakirakan dan hanya sedikit penyakit yang
sudah diketahui faktor penentunya maka hanya sedikit penyakit yang dapat
diprakirakan epideminya.
Sebelum memulai
menyusun sistem prakiraan, terlebih dahulu faktor-faktor yang membantu
perkembangan penyakit perlu diketahui. Selain pengamatan faktor-faktor cuaca,
seperti kelembaban udara, penyinaran matahari, sering diperlukan pengamatan
biologis, seperti kerapatan spora patogen di udara, populasi vektor serangga
dan lain-lain. Makin lengkap data yang tersedia mengenai hubungan antara
intensitas penyakit dengan bermacam-macam faktor tersebut, cara prakiraan akan
semakin tepat. Praktek prakiraan sangat tergantung dari hasil-hasil penelitian
epidemiologi, meskipun penelitian epidemiologi tidak selalu menghasilkan sistem
prakiraan. Sering kali prakiraan disebut sebagai ‘epidemiologi terapan’ (applied
epidemiology).
Kemampuan memprakirakan
epidemi penyakit tanaman merupakan stimulasi secara cerdik dan juga indikasi
keberhasilan pemodelan atau stimulasi computer penyakit tertentu. Hal tersebut
juga sangat berguna bagi petani dalam tindakan pengelolaan penyakit tumbuhan.
Prakiraan penyakit tanaman memungkinkan untuk memprediksi peluang terjadinya
peledakan (out-break) atau peningkatan intensitas penyakit dan kemudian
bagi kita untuk menentukan apa, kapan dan dimana tindakan pengendalian akan
dilakukan. Dalam pengelolaan penyakit tumbuuhan, petani harus selalu menghitung
resiko, biaya dan keuntungan pada setiap keputusan. Sebagai contoh : mereka
harus dapat memutuskan apakah harus atau tidak menanam tanaman tertentu pada
suatu lahan, apakah harus atau tidak membeli bahan perbanyakan yang bebas virus
dan patogen lain tetapi lebih mahal, dan apakah harus menanam benih yang
hasilnya rendah tetapi tahan terhadap penyakit sehingga tidak perlu membeli
pestisida atau varietas yang hasilnya tinggi tetapi rentan terhadap penyakit
dan harus membeli pestisida. Petani juga membutuhkan prakiraan perkembangan
penyakit tanaman untuk memutuskan apakah tanaman tersebut akan diperlakukan
dengan pestisida pada saat itu atau ditunggu beberapa hari lagi, karena jika
mereka dapat menunggu, mungkin akan dapat menurunkan jumlah pestisida dan
tenaga kerja yang digunakan tanpa meningkatkan resiko kehilangan hasil tanaman.
Untuk menyusun
cara prakiraan perlu diketahui stadium mana dari daur penyakit yang memegang
peranan penting bagi penyakit selanjutnya dan keadaan luar yang bagaimana yang
sangat mempengaruhi stadium ini. Dalam memprakirakan penyakit tanaman yang
sedang berkembang, mereka harus mengerti beberapa sifat patogen tertentu. Inang
dan lingkungannya. Secara umum untuk penyakit monosiklik, seperti : busuk akar
kacang kapri dan layu stewart pada jagung, dan penyakit polisiklik yang mungkin
mempunyai cukup banyak inokulum awal, seperti kudis apel, perkembangan penyakit
mungkin dapat diduga dengan menaksir inokulum awal. Untuk penyakit polisiklik,
seperti late blight pada kentang yang mempunyai inokulum awal kecil
tetapi memiliki banyak daur penyakit, perkembangan penyakit dapat diduga secara
baik dengan menaksir laju daur penyakit. Untuk penyakit yang jumlah inokulum
awal dan daur penyakit yang banyak, seperti : penyakit menguning pada bit (beet
yellowing), keduanya (inokulum awal dan laju daur penyakit) harus ditaksir
untuk ketepatan prediksi epidemi penyakit tersebut. Namun demikian prakiraan
tersebut sering sulit dilakukan atau mungkin juga tidak dapat sama sekali dan
kendatipun terjadi peningkatan yang luar biasa dalam hal peralatan dan
metodologi, penaksiran inokulum awal dan laju daur penyakit jarang akurat. Lagi
pula, penting dilakukan monitoring faktor-faktor cuaca dan seringkali sulit
menghubungkan factor tersebut dengan perkembangan penyakit tumbuhan.
Di muka sudah diuraikan
pada konsep segitiga penyakit bahwa perkembangan penyakit ditentukan oleh
faktor patogen, tumbuhan inang dan faktor lingkungan, khususnya cuaca. Di
samping itu dalam epidemiologi factor waktu memegang peran
penting dalam prakiraan. Epidemi belum mungkin terjadi jika faktor-faktor yang
membantu penyakit hanya berlangsung selama satu daur hidup
patogen. Gabungan dari faktor patogen, tumbuhan, cuaca, dan waktu (konsep
tetrahedron epidemi) dapat membentuk bermacam-macam kombinasi, meskipun tidak
semuanya penting. Untuk beberapa macam penyakit satu tingkatan yang terjadi
pada waktu tertentu dapat menentukan beratnya penyakit untuk seluruh musim.
Agar dapat
disusun cara prakiraan yang bermanfaat, beberapa syarat berikut ini diperlukan,
yaitu :
1. Pertanaman merupakan tanaman penting, misalnya : tanaman pangan,
tanaman perkebunan, yang mempunyai nilai tinggi
2. Penyakit dapat menimbulkan kerugian besar, tetapi hanya pada
keadaankeadaan tertentu saja. Kalau pengendalian dilakukan terus menerus akan memerlukan
biaya tinggi tetapi jika tidak dilakukan dapat berbahaya terjadi epidemi.
3. Perlu terdapat cukup keterangan, baik hasil pengamatan maupun penelitian,
mengenai pengaruh berbagai faktor lingkungan terhadap perkembangan penyakit
4. Para penanam
(petani) cukup siap dan mengerti prakiraan epidemik penyakit.
5. Untuk penyakit yang bersangkutan telah tersedia cara
pengendalian yang tepat.
6. Terdapat jarak (tenggang) waktu yang cukup antara diumumkannya
hasil prakiraan dengan timbulnya epidemi penyakit.
Di Indonesia
hanya penyakit cacar teh yang disebabkan oleh Exobasidium vexans yang
sudah disusun beberapa cara untuk memperkirakan epideminya, sehingga para
pekebun dapat meningkatkan efektivitas pemakaian fungisida untuk mencegahnya.
Setelah mengumpulkan data mengenai hubungan intensitas cacar dengan cuaca
selama beberapa tahun, pada tahun 1955 Huysmans menyusun rumus yang didasarkan
atas hubungan antara intensitas cacar dengan kelembaban udara di waktu siang
hari untuk perkebunan teh di Sumatra Utara. Berdasarkan rumus yang disusun
Huysmans ditentukan batas kritis, kapan pekebun harus melakukan pendasteran
atau penyemprotan fungisida, tetapi karena sulitnya pengamatan kelembaban udara
di kebun teh yang topografinya tidak rata, Homburg (1955), van der Knaap (1955)
dan de Weille (1959) menyusun cara peramalan yang didasarkan atas lamanya
penyinaran matahari. Wolthuis (1970) menyusun cara peramalan yang didasarkan
atas pengamatan pada perkecambahan spora cacar di lapangan.
Di Sri Langka
juga sudah disusun cara peramalan untuk epidemi cacar teh. Untuk meramalkan
intensitas penyakit 3 minggu mendatang digunakan hasil pengamatan intensitas
penyakit hari ini dan intensitas penyakit 3 minggu yang lalu, yang dikoreksi
dengan rata-rata penyinaran matahari harian. Balai penelitian teh Sri Langka
menciptakan alat sederhana yang dapat membantu perhitungan dalam peramalan,
bahkan dengan adanya komputer perhitungan-perhitungan sangat dipermudah. Jika
diramalkan bahwa intensitas penyakit kurang dari 35%, penyemprotan fungisida
tidak perlu dilakukan, karena penyakit tidak akan menimbulkan kerugian secara
ekonomi.
Umumnya suatu
hal yang bermanfaat untuk mendapatkan informasi yang sebanyak-banyaknya, yaitu
: tersedia informasi tentang penyakit sebelum berusaha menduga perkembangannya,
akan tetapi pada banyak kasus, hanya satu atau dua faktor yang sangat
mempengaruhi perkembangan penyakit, sehingga pengetahuan yang banyak tentang
faktor-faktor tersebut telah cukup untuk merumuskan prakiraan penyakit tanaman
menggunakan kriteria jumlah inokulum awal. Sebagai contoh : layu Stewart pada
jagung, jamur lendir biru (blue mold) pada tembakau, fire blight pada
apel dan persik, busuk akar pada kapri, dan jenis penyakit lain yang disebabkan
oleh patogen soil borne, seperti : Sclerotium dan siste nematoda. Peramalan
lain menggunakan jumlah daur penyakit atau jumlah inokulum sekunder, sebagai
contoh : late blight pada kentang, Cercospora dan bercak daun lainnya,
dan embun tepung pada anggur, sedangkan yang lainnya lagi menggunakan kriteria
jumlah inokulum awal dan jumlah daur penyakit atau jumlah inokulum sekender
(kudis apel, busuk hitam pada anggur, karat kacangkacangan, hawar daun Botrytis
dan jamur lendir abu-abu (grey mold) dan
menguning gula bit (sugar beet yellowing).
Di Amerika
serikat telah lama banyak penyakit yang dapat diramalkan epideminya, bahkan
beberapa diantaranya dengan tenggang waktu yang cukup lama, sehingga petani
dapat mengubah jenis tanaman yang ditanam pada musim itu. Cara-cara peramalan
ini ada yang didasarkan atas pengamatan cuaca, populasi inokulum, dan populasi
serangga vektor.
Beberapa contoh peramalan tertera di bawah ini.
1. Penyakit layu bakteri pada jagung
Bakteri
penyebab layu jagung (Erwinia stewart) di Amerika terutama
mempertahankan diri pada musim winter dalam badan kumbang flea (flea beetle).
Dapat atau tidaknya serangga ini mempertahankan diri dalam musim winter tergantung
kepada keras lunaknya winter tersebut. Peramalan akan datangnya epidemi
didasarkan pada pengamatan suhu bulan Desember sampai Pebruari. Jika suhu
rata-rata kurang dari –1oC, kebanyakan kumbang vektor akan mati dan pada musim
tanam berikutnya akan
kurang terdapat penyakit layu pada jagung. Jika diperkirakan akan terjadi
epidemi, diadakan perubahan-perubahan dalam rencana penanaman.
2. Curly top pada bit gula
Makin awal dan
makin besar migrasi wereng (leaf hopper) bit dari tumbuhan inang winter ke
ladang-ladang bit, akan semakin tinggi kerugian karena penyakit virus tersebut.
Di Amerika Serikat sebelah selatan pengamatan tumbuhan inang dan banyaknya
wereng dalam bulan Januari dapat menunjukkan kemungkinan akan besar-kecilnya
serangan pada bulan Mei dan Juni.
3. Karat daun gandum
Di Amerika
Serikat barat daya, timbulnya penyakit karat (Puccinia recondita) daun
gandum pada bulan April sampai juni mempunyai korelasi dengan cuaca dan
perkembangan karat pada bulan Pebruari sampai Maret. Peramalan yang teliti
telah dapat diumumkan pada tanggal 1 April. Jika akan ada epidemi, petani dianjurkan
untuk tidak menanam gandum, tetapi menanam sorgum, kapas atau kacang-kacangan.
4. Kudis Apel
Inokulum primer
penyakit ini (Venturia inaequalis) adalah askospora yang disebarkan oleh daun
yang gugur yang bertahan selama winter. Untuk melakukan peramalan diadakan
pengamatan terhadap daun tersebut pada musim semi untuk menentukan saat terlepasnya
askospora, dihubungkan dengan analisis terhadap suhu dan
kelembaban udara. Di daerah-daerah apel hasil peramalan disiarkan lewat
radio, agar para petani mengadakan penyemprotan. Dengan sistem peringatan ini
dapat disusun rencana penyemprotan yang efektif.
5. Hawar daun kentang
Peramalan ini
harus dilakukan tepat pada waktunya agar para penanam mempunyai kesempatan
untuk melindungi tanamannya dengan penyemprotan. Peramalan didasarkan pada
pengamatan cuaca dan intensitas penyakit di banyak petak
pengamatan (observation plot) yang letaknya tersebar luas.
Setiap hari hasil pengamatan ini digambar pada suatu peta. Di Amerika Serikat, peramalan
dilakukan oleh LATE BLIGHT FORECASTING SERVICE. Faktor cuaca, setiap hari
dijumlahkan, curah hujan dari 7 hari sebelumnya dan dihitung rata-rata ke 7
hari tersebut. Jika suhu
rata-rata 7 hari selama 7 hari berturut-turut 77o F atau kurang, sedangkan
jumlah hujan 1,2 inci atau lebih, dapat diharapkan akan ada epidemi.
Penyemprotan harus segera dilakukan setelah diumumkannya hasil peramalan.
Perhitungan
korelasi antara berbagai faktor dengan intensitas penyakit dapat dilakukan
dengan mudah dengan mempergunakan komputer. Komputer dapat diprogram sesuai
dengan rumus-rumus yang diperlukan, sehingga jika data hasil pengamatan
dimasukkan, dengan segera penanam mengetahui prakiraan intensitas penyakit di
waktu yang akan datang. Untuk pertama kali Waggoner dan Horsfall (1969) di
Amerika Serikat menyusun EPIDEM untuk mensimulasi penyakit hawar dini (Alternaria
solani) pada tomat dan kentang, kemudian tahun-tahun berikutnya sampai
sekarang sudah banyak sekali program peramalan penyakit tanaman.
B.
Monitoring faktor cuaca yang mempengaruhi perkembangan penyakit
Terdapat
sejumlah kesulitan untuk memonitoring faktor-faktor cuaca selama berlangsungnya
epidemi penyakit tumbuhan. Kesulitan tersebut muncul dari kebutuhan untuk
memonitoring secara terus menerus beberapa faktor yang berbeda (suhu,
kelembaban, kebasahan daun, hujan, angin, dan kabut) pada tempat-tempat yang
berbeda dalam kanopi tumbuhan pada satu lahan atau lebih. Pada waktu yang lalu,
pengukuran dilakukan dengan menggunakan peralatan mekanik, yang hanya dapat
mengukur variabel lingkungan secara kasar atau dengan interval yang lama dan
data yang tercatat tidak meyakinkan seperti adanya lepotan tintan pada kertas
grafik. Pada beberapa tahun belakangan ini, telah dikembangkan beberapa sensor
elektronik yang
menghasilkan data secara elektrik yang mudah dicatat oleh
penghitung data yang dikomputerisasi. Sensor yang terkomputerisasi tersebut
menghasilkan penelaahan yang lebih baik tentang hubungan cuaca dengan penyakit
dan memudahkan untuk memahami dan menggunakan sistem pengendalian penyakit
prediktif pada lahan pertanian.
Beberapa jenis
alat-alat tradisional dan alat elektrik yang dioperasikan dengan baterai
digunkan untuk mengukur berbagai faktor cuaca. Pengukuran suhu dilakukan dengan
berbagai tipe termometer, higrotermograf, termokopel, dan terutama dengan
termistor (semi konduktor dengan ketahanan bersifat elektrik yang mengalami
banyak perubahan terhadap suhu). Pengukuran kelembaban relatif dilakukan dengan
higrotermograf. Kebasahan daun dimonitor dengan sensor string-type yang
mengkerut saat basah atau mengendur saat kering dan meninggalkan berkas tinta
dalam proses tersebut atau menutup dan membuka sirkuit listrik. Tersedia bentuk
sensor kebasahan
elektrik yang dapat ditempelkan ke daun atau ditempatkan diantara
dedaunan, sensor tersebut mendeteksi dan mengukur lama hujan atau embun karena
jenis yang terakhir membantu menutup sirkuit / rangkaian antara dua pasang elektroda.antara
dua pasang elektroda. Hujan, angin dan awan (penyinaran) masih dapat diukur
dengan alat-alat tradisional (rain-funnel dan tipping-bucket gauge
untuk hujan, anemometer untuk kecepatan angin, pirenometer untuk penyinaran.
Pada sistem
monitoring cuaca moderen, sensor cuaca dihubungkan dengan alat data-logging.
Data yang ada dapat dibaca pada layar digital atau data tersebut dipindahkan ke
kaset atau printer. Data dalam kaset dapat dipindahkan ke komputer sehingga
dapat dilihat dan diproses ke dalam beberapa bahasa komputer, kemudian dapat
disusun menjadi matrik-matrik yang terpisah untuk setiap variabel cuaca, diplot
dan dianalisis. Tergantung kepada setiap model penyakit yang digunakan,
ketepatan informasi cuaca memberi dasar yang sangat bermanfaat untuk menduga
sporulasi dan infeksi. Dengan demikian memberi peringatan yang terbaik terhadap
saat dilakukan tindakan pengendalian penyakit, seperti aplikasi fungisida.
Pada late
blight kentang dan tomat, yang disebabkan oleh Phytophthora infestans, inokulum
awal biasanya rendah dan umumnya terlalu kecil untuk dapat dideteksi dan diukur
secara langsung. Bahkan dengan inokulum yang rendah, awal dan perkembangan
penyakit late blight dapat diperkirakan dengan ketepatan yang dapat dipercaya
jika kelembaban dan suhu pada lahan berada pada kisaran yang menguntungkan bagi
jamur tersebut. Apabila suhu tetap dingin antara 10oC dan 24oC dan kelembaban
relatif tetap di atas 75% sekurang-kurangnya selama 48 jam, maka akan dapat
terjadi ledakan late blight dua sampai tiga minggu berikutnya. Jika dalam
periode tersebut dan setelah itu terjadi hujan, embun atau kelembaban relatif
mendekati titik jenuh selama beberapa jam, maka keadaan tersebut dapat berperan
meningkatkan penyakit dan dapat diramalkan akan terjadi epidemi late blight.
Sistem
pendugaan dengan menggunakan komputer telah dikembangkan untuk epidemi late
blight. Pada salah satu sistem tersebut disebut BLITECAST, kelembaban dan suhu dimonitor
secara terus menerus. Dari informasi yang ada dihitung dan diperkirakan nilai
keganasan penyakit dan diberikan rekomendasi ke petani, seperti : kapan
dilakukan penyemprotan. Belakangan ini telah ada system prakiraan late blight yang
lebih teliti, disamping data kelembaban dan suhu digunakan juga informasi
tentang ketahanan varietas kentang terhadap late blight dan efektivitas
fungisida. Informasi tentang parameter tersebut tentu saja sangat berguna dalam
merumuskan rekomendasi untuk aplikasi fungisida.
Beberapa jenis
penyakit bercak daun, seperti yang disebabkan oleh jamur Cercospora pada
kacang tanah dan seledri, serta Exserohilum (Helminthosporium) turcicum
pada jagung dapat diperkirakan dengan menghitung jumlah spora yang tertangkap
setiap hari, suhu dan lama periode kelembaban yang mendekati 100%. Periode
infeksi diperkirakan terjadi jika kelembaban relatif tinggi (95 – 100%)
bertahan lebih dari 10 jam, dan petani dianjurkan untuk melakukan penyemprotan
dengan segera.
Peramalan penyakit cacar teh lebih menekankan pada faktor cuaca.
Faktor cuaca yang sangat mempengaruhi penyakit yaitu : kelembaban udara. Pembentukan
dan pelepasan basidiospora diperlukan kelembaban yang lebih tinggi dari 80%.
Perkecambahan spora diperlukan kelembaban yang lebih tinggi dari 90% atau
bahkan diperlukan lapisan air pada permukaan daun teh, tetapi biasanya spora menjadi tidak dapat berkecambah dengan baik
di dalam tetes air dan berkecambah sangat baik di dalam lapisan embun.
Peramalan
menurut Wolthuis didasarkan pada hasil pengamatan perkecambahan basidiospora
pada keadaan cuaca kebun. Pada sore hari sejumlah gelas obyek diberi
basidiospora (spora cacar), diletakkan pada tonggak-tonggak setinggi bidang
petik tanaman teh. Setelah 24 jam gelas-gelas obyek diamati dengan mikroskop
untuk melihat perkecambahannya.
Pengamatan
perkecambahan spora dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu : tingkat I buluh
kecambah pendek berisi protoplasma, tingkat II buluh kecambah panjang ( lebih
dari 2 kali panjang spora) dan transparan, tingkat III kecambah membentuk
apresorium. Tanda bahaya diberikan jika ditemukan kecambah sebanyak 45% yang
terdiri dari 25% tingkat I, 15% tingkat II dan 5% tingkat III. Huysmans (1952)
di Sumatra utara menyusun sistem peramalan pada penyakit cacar teh. Ramalananya
didasarkan kepada kelembaban udara, yang dianggabnya sebagai penyebab utama
timbulnya epidemi cacar teh. Kelembaban udara dicatat dengan higrograf yang
dipasang 2 m dari permukaan tanah (± 50 cm di atas permukaan tajuk).
Peramalannya menggunakan angka kelembaban relatif harian rata-rata selama 5
hari berturut-turut. Angka kelembaban harian dihitung dengan mengukur
kelembaban udara setiap dua jam dari jam 6 pagi sampai jam 18 sore, kemudian
dijumlahkan dan dibagi 7,
sehingga mendapatkan angka kelembaban pada hari itu dan diberi
simbul Ka. Kelembaban rata-rata selama 5 hari pada tanggal a diberi
simbul Kr, yang merupakan hasil rata-rata (Ka + Ka-1 + Ka-2 + Ka-3 +
Ka-4) : 5 = Kr
Rumus peramalan
menggunakan batas kritis kelembaban 83% selama satu generasi cacar.
1. Apabila Kr
selama 10 – 14 hari (satu generasi cacar) berada di atas 83%
akan timbul
epidemi sedang dan akan berhenti jika Kr selama 3 – 5 hari
berkurang dari
83%.
2. Apabila Kr
selama 20 – 24 hari (dua generasi cacar) berada di atas 83% dan
diantaranya ada
yang lebih tinggi dari 88%, maka akan timbul epidemi yang
berat selama 2
– 3 hari dan akan melemah jika Kr berikutnya kurang dari
83%.
3.
Pemberitahuan dilakukan 4 hari sebelum datang epidemi dan jika selama 3
hari berikutnya Kr kurang dari 83%, pencegahan
dapat dihentikan.
Homburg (1955)
membuat peramalan di Jawa Barat yang mendasarkan kepada lamanya penyinaran
matahari pagi. Jika pada waktu pagi hari matahari bersinar selama 6 jam (dari
pukul 6 sampai pukul 12), maka penyinaran (P) = 100%. Batas kritis lama
penyinaran = 80 : Pr5 x 3 jam (Pr5 = lama penyinaran ratarata selama 5 hari.
Apabila selama 3 hari angka-angka rata-rata 5 hari penyinaran pagi kurang dari
lama penyinaran batas kritis maka usaha pencegahan harus segera dilakukan.
Peramalan ini memang mendekati kenyataan tetapi selang waktu pemberitahuan
sampai dengan terjadinya epidemi tidak jelas, karena hanya disebutkan segera
dilakukan pencegahan tanpa menyebutkan kapan epidemic terjadi jika tanpa
dilakukan pencegahan. Namun demikian sistem Homburg ini dapat digunakan sebagai
acuan.
C. Sistem peringatan dini ke petani
Pada sebagian
besar kasus, sistem peringatan dini dimulai dari petani, penyuluh pertanian
atau konsultan khusus yang mensurvei lahan tertentu secara rutin atau apabila
kondisi cuaca menguntungkan pematangan inokulum primer atau munculnya penyakit
tertentu. Bila didapatkan inokulum yang matang, seperti : askospora pada kudis
apel, atau ditemukan awal penyakit, misalnya : late blight pada kentang, maka
diberitahukanlah pegawai penyuluh wilayah. Selanjutnya penyuluh wilayah
memberitahu kepada ahli penyakit tumbuhan negara bagian, yang akan menyusun
laporan tentang penyakit tersebut dari seluruh pelasok negara bagian dan
memberi tahu semua agen (petugas) yang berkompeten. Mereka selanjutnya dengan
telephon, radio atau surat memberitahukan kepada semua petani di wilayah
tersebut. Terhadap penyakit yang berpotensi regional atau nasional, ahli
penyakit tumbuhan di negara bagian memberitahu pegawai survey penyakit tumbuhan
federal dari departemen pertanian Amerika Serikat, yang selanjutnya memberitahu
kepada semua ahli penyuluh penyakit tumbuhan pada negara bagian yang berdekatan
dan negara bagian lain yang mungkin dipengaruhi oleh penyakit tumbuhan
tersebut.
Belakangan ini,
telah dicoba dan digunakan sistem peringatan dini dengan menggunakan komputer
untuk penyakit tertentu di beberapa negara bagian. Beberapa diantaranya
(seperti : BLITECAST) menggunakan komputer yang ditempatkan secara terpusat
yang memproses data cuaca yang dikumpulkan dari lahan oleh setiap petani dan
dikirimkan dengan interval tertentu atau apabila timbul keadaan cuaca tertentu.
Komputer memeriksa data, menentukan apakah periode infeksi telah dekat, mungkin
terjadi infeksi atau tidak dan dibuat rekomendasi untuk petani apakah akan
dilakukan penyemprotan atau tidak dan bahan kimia yang akan digunakan.
Baru-baru ini,
telah dikembangkan komputer yang lebih khusus yang memiliki sensor lahan dan
dapat ditempatkan pada pos-pos di lahan petani. Unit-unit tersebut (seperti
untuk memprediksi kudis apel) memonitor dan mengumpulkan data tentang suhu,
kelembaban relatif, lama daun basah, dan jumlah curah hujan, menganalisis data
secara otomatis, membuat pendugaan (prediksi) tentang kemungkinan terjadinya
penyakit serta intensitasnya dan dengan cepat membuat rekomendasi tentang
tindakan yang akan dilakukan untuk mengendalikan penyakit. Unit yang sama dapat
digunakan untuk penyakit lain apabila program prediksinya tersedia dan dapat
diprogramkan ke dalam unit tersebut atau papan program sirkuit dapat
ditukarkan. Prediksi unit tersebut
didapatkan dengan menggunakan keyboard sederhana dan langsung
digunakan di lahan atau unit tersebut dapat dihubungkan ke personal komputer
jika diinginkan pengolahan data tambahan.
D. Menaksir kehilangan hasil
Datangnya
epidemi dapat diprakirakan, demikian juga perkembangan penyakit mencapai
tingkatan atau proporsi tertentu. Yang sering menjadi bahan pertimbangan dalam
pelaksanaan pengindahan peringatan pada peramalan penyakit yaitu : seberapa
besar kerugian hasil jika peringatan tersebut tidak diindahkan ?. Oleh karena
itu diperlukan pengetahuan tentang hubungan beratnya penyakit terhadap besarnya
kehilangan hasil dalam bentuk tabel atau dalam bentuk model matematik.
Hubungan berat
penyakit terhadap kehilangan hasil dalam bentuk tabel dapat dipersiapkan pada
waktu menyusun kriteria skoring pengukuran penyakit seperti terlihat pada kunci
skoring penyakit hawar daun kentang yang disusun oleh W. C. James (1971) pada
halaman 48. Hubungan ini dapat disusun dalam bentuk table atau model matematik,
yang biasanya sudah diuji berulangkali di berbagai ruang (baca tempat) dan di
berbagai musim tanam (baca waktu). Hubungan berat penyakit terhadap kehilangan
hasil dalam model matematik lebih banyak berkembang karena dapat diprediksi
melalui hitungan-hitungan matematis dan dapat dibandingkan secara statistik,
sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan gambaran berat penyakit ke dalam
gambaran besarnya kehilangan hasil. Model yang umum digunakan untuk menaksir
kehilangan hasil untuk penyakit-penyakit penting di Amerika dikeluarkan oleh
FAO (Food of Agriculture Organisation) tahun 1971 dengan rumus dengan
arti simbul : L = kehilangan hasil
(kg/ha) ; X = berat atau proporsi penyakit (%) ; dan Pa = hasil
aktual atau produksi dalam keadaan tidak sakit (kg/ha)
II.3.2. Peramalan Epidemi Penyakit Bulai Pada Jagung
Bulai jagung, Penyebab penyakit ini adalah Peronosclerospora maydis, penyakit bulai
dapat menimbulkan gejala sistemik yang meluas ke seluruh badan tanaman serta
dapat menimbulkan gejala lokal (setempat). Hal ini tergantung dari meluasnya
jamur penyebab penyakit tersebut ke dalam tubuh tanaman yang terinfeksi. Gejala
sistemik hanya terjadi bila jamur dari daun yang terinfeksi dapat mencapai titik
tumbuh sehingga dapat menginfeksi semua daun yang dibentuk oleh titik tumbuh
tersebut.
Suatu penyakit untuk dapat menjadi penting pada suatu lahan, dan terutama
supaya penyakit tersebut dapat menyebar pada areal yang luas dan berkembang
menjadi epidemi yang hebat, maka harus terjadi kombinasi faktor-faktor
lingkungan yang tepat dan penyebaran secara terus menerus ataupun secara
berulang-ulang dan dengan frekuensi yang tinggi, meliputi areal yang luas.
Bahkan dalam suatu lahan kecil yang mengandung patogen, tumbuhan hampir tidak
pernah menderita penyakit yang berat hanya karena satu kondisi yang
menguntungkan.
Serangan patogen ini tiap tahun semakin
meningkat, gangguan tersebut belum dapat dikendalikan secara optimal sehingga
mengakibatkan kerugian yang cukup besar baik berupa kehilangan hasil,
menurunkan mutu, terganggunya kontinuitas produksi, serta penurunan pendapatan
petani. Oleh karena itu, di masa depan diperkirakan gangguan OPT akan semakin
kompleks, yang antara lain akibat perubahan fenomena iklim global yang
berpengaruh terhadap pola musim/cuaca lokal yang sangat erat kaitannya dengan
perkembangan OPT.
Dalam ilmu manajemen, peramalan termasuk dalam unsur perencanaan,
dan perencanaan merupakan bagian yang terpenting dalam manajemen. Karena itu
peramalan merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pengambilan
keputusan untuk suatu tindakan. Peramalan OPT adalah kegiatan yang diarahkan
untuk mendeteksi dan memprediksi populasi/serangan OPT serta kemungkinan
penyebaran dan akibat yang ditimbulkan dalam ruang dan waktu tertentu.
Peramalan OPT merupakan bagian penting dalam program dan kegiatan penerapan PHT
dalam kegiatan perencanaan ekosistem yang tahan terhadap gangguan OPT (budidaya
tanaman sehat).
Sasarannya antara lain untuk (1) menduga kemungkinan timbulnya OPT,
(2) mendeteksi dan memprediksi populasi/serangan dan kerusakan yang ditimbulkan
OPT berdasarkan hasil pengamatan terhadap komponen-komponen yang berpengaruh di
lapang, serta (3) menduga kerugian atau kehilangan hasil akibat gangguan OPT.
Tujuannya yaitu memberikan informasi tentang populasi, intensitas
serangan, luas serangan, penyebaran OPT pada ruang dan waktu yang akan datang.
Informasi tersebut sebagai dasar untuk menyusun perencanaan, saran tindak
pengelolaan atau penanggulangan OPT sesuai dengan prinsip, strategi dan teknik
PHT. Dengan demikian diharapkan dapat memperkecil resiko berusaha tani,
populasi/serangan OPT dapat ditekan, tingkat produktivitas tanaman pada taraf
tinggi, menguntungkan dan aman terhadap lingkungan.
Agar dapat melakukan peramalan maka diperlukan
variabel-variabel tertentu. Untuk penentuan variabel-variabel tersebut
dilakukan melalui serangkaian proses kegiatan yang terdiri atas kegiatan kajian
lapang yang intensif dan ekstensif, pengumpulan data secara historis
(runtun-waktu), laporan PHP, surveillance dan monitoring serta informasi
lainnya. Selanjutnya dari kegiatan–kegiatan tersebut akan dapat dipelajari
tentang karakteristik OPT yang menjadi variabel (faktor kunci) peramalan
seperti tercantum pada Tabel 1.
Tabel
1. Variabel yang digunakan dalam model peramalan OPT
Variabel yang menjelaskan
(independent)
|
Variabel yang dijelaskan
(dependent)
|
Populasi
OPT, populasi musuh alami, intensitas serangan OPT, komposisi varietas,
komposisi vegetasi, komposisi stadia tanaman, luas tanam, luas serangan,
tindakan pengendalian, cara budidaya tanaman, dan iklim.
|
Populasi OPT, intensitas serangan, luas serangan, dan
kehilangan hasil.
|
Berdasarkan musim (kemarau & hujan) serta data luas serangan tahun lalu, luas serangan penyakit bulai dapat
diramalkan dengan menggunakan pendekatan matematis sebagai berikut :
Musim Kemarau
Model 1 :
Peramalan luas serangan pada musim kemarau
a. Log Y = 0,385 + 0,365 Log (X1) ± 0,09; (R2
= 0,19)
b. Log Y = 0,172 + 0,174 Log (X1) + 0,539 Log (X2) ±
0,08;
(R2 = 0,42)
Model 2:
Peramalan luas serangan pada musim hujan
a. Log Y = 0,640 + 0,546 Log (X1) ± 0,11; (R2
= 0,19)
b. Log Y = 0,452 + 0,313 Log (X1) +0,358 Log (X2)
± 0,11;
(R2 = 0,26)
Keterangan
Model 1 dan 2 :
Y = Ramalan luas
serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang.
X1 = Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu.
X2 = Luas serangan yang terjadi pada 2 musim yang lalu.
Contoh Model 1 yang diterapkan pada model b:
Ramalan KLTS penyakit bulai pada tanaman jagung Musim Kemarau 2003.
Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka
dapat diramalkan:
Log
Y = 0,172 + 0,174 Log (X1) + 0,539 Log (X2) ± 0,08
Log
Y = 0,172 + 0,174 Log (10) + 0,539 Log (100)
Log
Y = 0,172 + 0,174 (1) + 0,539 (2)
Log
Y = 0,172 + 0,174 + 1,078 = 1,424
Jadi Ramalan KLTS Musim Kemarau 2003 = 10 1,424 = 26,5 ha,
Minimum
= 10 (1,424-0,08) = 10 1,344 = 22,1 ha, dan
Maksimum
= 10 (1,424+0,08) = 10 1,504 = 31,9 ha.
Model
peramalan yang telah dikembangkan tentunya masih belum sempurna karena masih
banyak komponen sebagai faktor kunci yang belum diketahui. Oleh karena itu agar
model peramalan mempunyai akurasi yang tinggi maka masih diperlukan evaluasi
lapang serta penyesuai dengan spesifik lokasi.
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan :
1.
Hubungan
berat penyakit terhadap kehilangan hasil dalam model matematik lebih banyak
berkembang karena dapat diprediksi melalui hitungan-hitungan matematis dan
dapat dibandingkan secara statistik, sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan
gambaran berat penyakit ke dalam gambaran besarnya kehilangan hasil. Model yang
umum digunakan untuk menaksir kehilangan hasil untuk penyakit-penyakit penting
di Amerika dikeluarkan oleh FAO (Food of Agriculture Organisation) tahun
1971 dengan rumus dengan arti simbul : L = kehilangan hasil (kg/ha) ; X = berat
atau proporsi penyakit (%) ; dan Pa = hasil aktual atau produksi dalam keadaan
tidak sakit (kg/ha).
2.
Model
peramalan yang telah dikembangkan tentunya masih belum sempurna karena masih
banyak komponen sebagai faktor kunci yang belum diketahui. Oleh karena itu agar
model peramalan mempunyai akurasi yang tinggi maka masih diperlukan evaluasi
lapang serta penyesuai dengan spesifik lokasi.
3.
Peramalan
epidemic penyakit tanaman ada beberapa cara, yaitu:
a. Prakiraan penyakit
b. Monitoring faktor cuaca yang mempengaruhi
perkembangan penyakit
c. Sistem peringatan dini ke petani
d. Menaksir kehilangan hasil
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G.N., 1997. Plant Pathology. 4th ed., Academic Press.
New York. p 155-158
Baker, R. 1971. Analyses involving inoculum density of
soil-borne plant pathogens in epidemiology. Phytopathology 61: 1280-1292.
Kranz, J. (Ed.) 1974. Epidemics of Plant
Diseses. Springer-Verlag. Berlin
Leonard, K. J. & W. E. Fry. 1986. Plant
Disease Epidemiology. Macmillan
Publishing Co. New York.
Purnomo, B. 2002. Pengantar Epidemiologi Penyakit Tanaman.
(diktat) Faperta Unib.
Bengkulu.
Singh, R.S. 1978. Introduction to
principles of Plant Pathology. 2nd ed. Oxford.
New Delhi.
Zadoks, J.C. & R.D. Schein. 1979. Epidemiology
and Plant Disease Managemen.
Oxford University press. New Yor k
Tidak ada komentar