Ilmu tanah
Evaluasi Kemampuan Lahan
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Lahan merupakan sumber daya alam yang
sangat penting untuk pengembangan usaha pertanian, kebutuhan lahan pertanian
semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, namun luasan
lahan yang sesuai bagi kegiatan di bidang pertanian terbatas. Hal ini menjadi
kendala untuk meningkatkan produksi pangan dalam rangka memenuhi kebutuhan
pangan penduduk. Masyarakat tani yang tradisional memenuhi kebutuhan pangannya
dengan menanaman secara tradisional. Kegiatan pertanian ini menyebabkan degrasi
kesuburan tanah melalui erosi dan penggunaan tanah yang terus menerus. Salah
satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah mengelola lahan sesuai dengan
kemampuan lahan (Rayes 2006).
Kebutuhan lahan yang semakin meningkat, langkanya lahan pertanian yang
subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor
pertanian dan non-pertanian, memerlukan teknologi tepat guna dalam upaya
mengoptimalkan penggunaan lahan secara berkelanjutan (Litbang deptan, 2013).
Untuk dapat memanfaatkan
sumber daya lahan secara terarah dan efisien diperlukan tersedianya data dan
informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan sifat lingkungan fisik
lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang diusahakan, terutama
tanaman-tanaman yang mempunyai peluang pasar dan arti ekonomi cukup baik. Data
iklim, tanah, dan sifat fisik lingkungan lainnya yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman serta terhadap aspek manajemennya perlu diidentifikasi
melalui kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan (Litbang deptan, 2013).
Data sumber daya lahan ini
diperlukan terutama untuk kepentingan perencanaan pembangunan dan pengembangan
pertanian. Data yang dihasilkan dari kegiatan survei dan pemetaan sumber daya
lahan masih sulit untuk dapat dipakai oleh pengguna (users) untuk suatu
perencanaan tanpa dilakukan interpretasi bagi keperluan tertentu (Litbang deptan, 2013).
II.
EVALUASI
KEMAMPUAN LAHAN
2.1 Pengertian
Evaluasi lahan merupakan suatu pendekatan atau cara
untuk menilai potensi sumber daya lahan. Hasil evaluasi lahan akan memberikan
informasi dan/atau arahan penggunaan lahan yang diperlukan, dan akhirnya nilai
harapan produksi yang kemungkinan akan diperoleh. Beberapa sistem evaluasi
lahan yang telah banyak dikembangkan dengan menggunakan berbagai pendekatan,
yaitu ada yang dengan sistem perkalian parameter, penjumlahan, dan sistem
matching atau mencocokkan antara kualitas dan sifat-sifat lahan (Land
Qualities/Land Characteritics) dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang
disusun berdasarkan persyaratan tumbuh komoditas pertanian yang berbasis lahan.
Sistem evaluasi lahan yang pernah digunakan dan yang sedang dikembangkan di
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (Litbang deptan, 2013).
Kemampuan lahan adalah penilaian atas
kemampuan lahan untuk penggunaan tertentu yang dinilai dari masing-masing
faktor penghambat. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya dan
tidak dikuti dengan usaha konservasi tanah yang baik akan mempercepat terjadi
erosi. Apabila tanah sudah tererosi maka produktivitas lahan akan menurun
(Arsyad 2010),
Evaluasi kemampuan lahan adalah penilain
lahan secara sistematik dan pengelompokkannya kepada kategori berdasarkan sifat
potensi dan penghambat penggunaan lahan secara lestari.
Pengklasifikasian lahan dimaksudkan agar
dalam pendayagunaan lahan yang digunakan sesuai dengan kemampuannya dan
bagaimana menerapkan teknik konservasi tanah dan air yang sesuai dengan
kemampuan lahan tersebut.
2.2 Klasifikasi
kemampuan Lahan :
Klasifikasi kemampuan lahan (Land
Capability Classification) adalah penilaian lahan (komponen-komponen lahan)
secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan
atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya
secara lestari. Kemampuan lahan dipandang sebagai kapasitas lahan itu sendiri
untuk suatu macam atau tingkat penggunaan umum. Perbedaan dalam kualitas tanah
dan bentuk lahan (land form) seringkali merupakan penyebab utama
terjadinya perbedaan satuan peta tanah dalam suatu areal (Arsyad, 2006).
Kelas
I
: Lahan kelas I mempunyai sedikit hambatan yang membatasi penggunaannya. Lahan
kelas I sesuai untuk berbagai pertanian, mulai dari tanaman semusim (dan
tanaman pertanian pada umumnya), tanaman rumput, hutan dan cagar alam. Lahan kelas
I mempunyai sifat-sifat dan kualitas lahan sebagai berikut :
1. Terletak
pada tofografi hampir datar,
2. Ancaman
erosi kecil
3. Mempunyai
kedalaman tanah efektif yang dalam
4. Umumnya
berdraenase baik
5. Mudah
diolah
6. Kapasitas
menahan air baik
7. Subur
atau responsif terhadap pemupukan
8. Tidak
terancam banjir
9. Dibawah
iklim setempat yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman umumnya.
Didaerah beriklim kering yang telah
dibangun fasilitas irigasi, suatu lahan dapat dimasukkan kedalam kelas I jika
tofografi hampir datar, daerah perakaran dalam, permeabilitas dan kapasitas
menahan air baik, dan mudah diolah. Beberapa dari lahan yang dimasukkan ke
dalam kelas ini mungkin memerlukan perbaikan pada awalnya seperti perataan, pencucian
garam laut atau penurunan permukaan air tanah musiman. Jika hambatan oleh
garam, permukaan air tanah ancaman banjir, atau ancaman erosi akan terjadi
kembali, maka lahan tersebut mempunyai hambatan alami permanen, oleh karenanya
tidak dapat dimasukkan kedalam kelas ini.
Tanah yang kelebihan air dan mempuyai lapisan
bawah yang permeabilitasnya lambat tidak dimasukkan kedalam kelas I. Lahan
dalam kelas I yang dipergunakan untuk penanaman tanaman petanian memerlukan
tindakan pengolaan untuk memelihara produktivitas, berupa pemeliharaan
kesuburan dan struktur tanah. Tindakan tersebut dapat berupa pemupukan dan
pengapuran, pengunaan tanaman penutup tanah dan pupuk hijau, pengunaan
sisa-sisa tanaman dan pupuk kandang, dan pergiliran tanaman. Pada peta kelas
kemampuan lahan , lahan kelas I biasanya diberi warna hijau.
Kelas
II
: lahan dalam kelas II memiliki beberapa hambatan atau mengakibatkan memerlukan
tindakan konservasi tanah sedang. Lahan kelas II memerlukaan pengelolaan yang
hati-hati, termasuk didalamnya tindakan-tindakan konservasi tanah untuk
mencegah kerusakan atau memperbaiki hubungan air dan udara jika lahan
diusahakan untuk pertaninan. Hambatan pada kelas II sedikit, dan tindakan yang
dilakukan mudah diterapkan. Lahan ini sesuai untuk penggunaan tanaman semusim,
tanaman rumput, padang pengembalaan, hutan produksi, hutan lindung dan cagar
alam.
Hambatan atau ancaman kerusakan pada
kelas II adalah salah satu atau kombinasi dari pengaruh berikut:
1. Lereng
yang landai
2. Kepekaan
erosi atau ancaman erosi sedang
3. Kedalaman
tanah, efektif agak dalam
4. Struktur
tanah dan daya olah agak kurang baik
5. Salinitas
ringan sampai sedang atau terdapat garam natrium yang mudah dihilangkan,
meskipun besar kemungkinan timbul kembali
6. Kelebihan
air dapat diperbaiki dengan drainase, akan tetapi tetap ada sebagai pembatas
yang sedang tingkatannya, atau
7. Keadaan
iklim agak kurang sesuai bagi tanaman dan pengelolaan.
Lahan kelas II memberikan pilihan
pengunaan yang kurang dan tuntutan pengolahan yang lebih berat. Lahan dalam
kelas ini mungkin memerlukan konservasi tanah khusus, tindakan-tindakan
pencegahan erosi, pengendalian air lebih, atau metode pengelolaan jika
diperlukan untuk tanaman semusim dan tanaman yang memerlukan pengelolaan lahan
sebagai contoh, tanah yang dalam dengan lereng yang landai yang terancam erosi
sedang jika dipergunakan untuk tanaman semusim mungkin memerlukan salah satu
atau kombinasi tindakan-tindakan berikut ; guludan, penanaman dalam jalur
pengelolaan menurut kontur, pergiliran tanaman dengan rumput dan leguminosa dan
pemberian mulsa. Secara tepatnya tindakan atau kombinasi tindakan yang akan
diterapkan, dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah, iklim dan sistem usaha tani.
Pada peta kemampuan lahan, lahan kelas II biasanya dibari warna kuning.
Kelas
III : lahan kelas III mempunyai hambatan yang berat yang
mengurangi pilihan penggunaan atau memerlukan tindakan konservasi tanah, khusus
dan keduanya. Lahan dalam kelas III mempunyai pembatas yang lebih berat dari
lahan kelas II dan jika dipergunakan bagi tanaman yang memerlukan pengelolaan
tanah dan tindakan konservasi tanah yang diperlukan biasanya lebih sulit
diterapkan dan dipelihara. Lahan kelas III dapat dipergunakan untuk tanaman
semusim dan tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tanaman rumput, padang
rumput, hutan produksi, hutan lindung dan suaka margasatwa.
Hambatan yang terdapat pada lahan kelas
III membatasi lama peggunaannya bagi tanaman semusim, waktu pengolahan, pilihan
tanaman atau kombinasi dari pembatas-pembatas tersebut. Hambatan atau ancaman
kerusakan mungkin disebabkan oleh salah satu relief atau beberapa sifat lahan
berikut :
1. Lereng
yang agak miring atau bergelombang
2. Peka
terhadap erupsi atau telah mengalami erosi yang berat
3. Seringkali
mengalami banjir yang merusak tanaman
4. Lapisan
bawah tanah yang berpermeabilitas lambat
5. Kedalaman
tanah dangkal diatas batuan, lapisan padas keras (hardpan), lapisan padas rapu
(fragipan) atau lapisan lempung padat (claypan) yang membatasi perakaran dan
simpanan air
6. Terlalu
basah atau masih terus jenuh air setelah didrainase
7. Kapasitas
menahan air rendah
8. Salinitas
atau kandungan natrium sedang, atau
9. Hambatan
iklim yang agak besar
Pada
peta kemampuan lahan, lahan kelas III biasanya diberi warna merah.
Kelas
IV
: Hambatan atau ancaman kerusakan pada lahan kelas IV lebih besar dari pada
kelas III, dan pilihan tanaman juga lebih terbatas. Jika dipergunakan untuk
tanaman semusim diperlukan pengelolaan yang lebih hati-hati dan tindakan
konservasi tanah lebih sulit diterapkan dan dipelihara, seperti teras bangku,
saluran bervegetasi, dan dan pengendali, disamping tindakan yang dilakukan
untuk memelihara kesuburan dan kondisi fisik tanah. Lahan dikelas IV dapat
dipergunakan untuk tanaman semusim dan tanaman pertanian pada umumnya, tanaman
rumput, hutan produksi, padang penggembalaan, hutan lindung dan suaka alam.
Hambatan atau ancaman kerusakan kelas IV disebabkan oleh salah satu atau
kombinasi dari faktor-faktor berikut :
1. Lereng
miring atau relief berbukit
2. Kepekaan
erosi yang besar
3. Pengaruh
erosi agak berat yang telah terjadi
4. Tanahnya
dangkal
5. Kapasitas
menahan air yang rendah
6. Sering
tergenang yang menimbulkan kerusakan berat pada tanaman
7. Kelebihan
air dan ancaman kejenuhan atau penggenangan yang terus terjadi setelah didrainase
8. Salinitas
atau kandungan natrium yang tinggi
9. keadaan
iklim yang kurang menguntungkan
Pada
peta kelas kemampuan lahan, lahan kelas IV biasanya diberi warna biru.
Kelas
V
: Lahan kelas V tidak terancam erosi, akan tetapi mempunyai hambatan lain yang
tidak dihilangkan dan membatasi pilihan penggunaannya, sehingga hanya sesuai
untuk tanaman rumput, padang penggembalaan hutan produksi atau hutan lindung
dan suaka alam. Lahan didalam kelas V mempunyai hambatan yang membatasi pilihan
macam penggunaan dan tanaman, dan menghambat pengolahan tanah bagi tanaman
semusim. Lahan ini terletak pada tofografi datar atau hampir datar tetapi
tergenang air, sering terlanda banjir, berbatu-batu iklim yang kurang sesuai,
atau mempunyai kombinasi dari hambatan-hambatan tersebut. Contoh lahan kelas V
adalah :
1.
lahan yang sering dilanda banjir,
sehingga sulit dipergunakan untuk penanaman tanaman semusim secara formal
2.
lahan datar yang berada pada kondisi
iklim yang tidak memungkinkan produksi
tanaman secara normal
3.
lahan datar atau hampir datar yang
berbatu-batu, dan
4.
lahan tergenang yang tidak layak
didrainase untuk tanaman semusim, tetapi dapat ditumbuhi rumput atau pohon pepohonan.
Pada
peta kelas kemampuan lahan, lahan kelas V biasanya diberi warna hijau tua.
Kelas VI : lahan dalam kelas VI
mempunyai hambatan berat yang menyebabkan lahan ini tidak sesuai untuk
penggunaan pertanian, penggunaan terbatas untuk tanaman rumput atau padang
penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung atau cagar alam. Lahan kelas VI
mempunyai pembatas atau ancaman kerusakan yang tidak dapat dihilangkan,berupa
salah satu atau kombinasi faktor-faktor berikut :
1.
terletak pada lereng agak curam
2.
bahaya erosi berat
3.
telah tererosi berat
4.
mengandung garam larut atau natrium
5.
berbatu-batu
6.
daerah perakaran sangat dangkal
7.
atau iklim yang tidak sesuai
Lahan kelas VI yang terletak pada lereng agak
curam jika dipergunakan untuk penggembalaan dan hutan produksi harus dikelola
dengan baik untuk menghindari erosi. Beberapa tanah di dalam kelas VI yang
daerah perakarannya dalam, tetapi terletak pada lereng agak curam dapat
dipergunakan untuk tanaman semusim dengan tindakan konservasi tanah yang berat.
Ada peta kelas kemampuan lahan, lahan kelas VI biasanya diberi warna orange.
Kelas
VII :lahan kelas VII tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Jika digunakan
sebagai padang rumput atau hutan produksi harus dilakukan usaha pencegahan
erosi yang berat. Lahan kelas VII yang solumnya dalam dan tidak peka erosi jika
dipergunakan untuk tanaman pertanian harus dibuat teras bangku yang ditunjang
dengan cara-cara vegetatif untuk konservasi tanah, disamping tindakan pemupukan.
Lahan kelas VII mempunyai beberapa hambatan atau ancaman kerusakan berat dan
tidak dapat dihilangkan seperti :
1.
terletak pada lereng yang curam
2.
telah tererosi sangat berat bahkan
berupa erosi parit, dan
3.
daerah perakaran sangat dangkal
pada peta kemampuan lahan, lahan kelas
VII biasanya diberi warna coklat.
Kelas VIII : Lahan kelas VIII tidak
sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai untuk dibiarkan dalam
keadaan alami. Lahan kelas VIII bermanfaat sebagai hutan lindung, tempat
rekreasi atau cagar alam. Pembatas atau ancaman kerusakan pada kelas VIII
berupa :
1.
terletak pada lereng yang sangat curam
2.
berbatu, atau
3.
kapasitas menahan air sangat rendah
contoh lahan kelas VIII adalah tanah
mati, batu tersingkap, pantai pasir, dan puncak pegunungan. Pada peta kemampuan
lahan, lahan kelas VIII biasanya berwarna putih atau tidak berwarna.
2.3
Metode klasifikasi kemampuan lahan
Menurut Hadmoko (2012), beberapa metode klasifikasi kemampuan
lahan adalah sebagai berikut:
1. Metode
kualitatif/deskriptif
Metode ini didasarkan pada analisis visual/pengukuran yang
dilakukan langsung dilapangan dengan cara mendiskripsikan lahan. Metode ini
bersifat subyektif dan tergantung pada kemampuan peneliti dalam analisis.
2.
Metode statistik
Metode ini didasarkan pada analisis statistik variabel
penentu kualitas lahan yang disebut diagnostic land characteristic (variabel
x) terhadap kualitas lahannya (variabel y)
3.
Metode matching
Metode ini didasarkan pada pencocokan antara kriteria
kesesuaian lahan dengan data kualitas lahan. Evaluasi kemampuan lahan dengan
cara matching dilakukan dengan mencocokkan antara karakteristik lahan
dengan syarat penggunaan lahan tertentu.
4.
Metode pengharkatan (scoring)
Metode ini didasarkan pemberian nilai pada masing-masing
satuan lahan sesuai dengan karakteristiknya.
III.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.
Kemampuan
Lahan merupakan lahan potensial untuk budidaya pertanian. karakteristik
lahan umumnya mempunyai hubungan satu sama lainnya di dalam pengertian kualitas
lahan dan akan berpengaruh terhadap jenis penggunaan dan/atau pertumbuhan
tanaman dan komoditas lainnya yang berbasis lahan (peternakan, perikanan,
kehutanan).
2.
Klasifikasi kemampuan lahan (Land
Capability Classification) adalah penilaian lahan (komponen-komponen lahan)
secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan
atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya
secara lestari.
DAFTAR
PUSTAKA
Arsyad S., 2006. Konservasi Tanah dan
Air. IPB Press, Bogor.
Asdak, C.,
2007. Hidrologi dan Penglolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Aziz S, 2008. Evaluasi
Kemampuan Lahan dan Pendugaan Erosi untuk Arahan Pemanfaatan Lahan Di Sub DAS
Juwet dan Dondong, Gunung Kidul yogyakarta. Thesis. Program Studi Geografi
Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Christady
H.,2007. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Departemen
Kehutanan, Ditjen RRL, 1986. Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan Rencana Teknik
Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah. Departemen Kehutanan,
Jakarta
M. Amin
Diha, Go Ban Hong dan H. Bailey. 1996. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas
Lampung, Bandar Lampung.
Hardjowigeno,
S. 1985. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Medyatama Sarana Perkasa
Jakarta.
Kartasapoetra,
G., A.G., Kartasapoetra, dan M.M., Sutejo, 2005. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kelima. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Klingebiel,
A.A., and P.H. Montgomery. 1961. Land Capability Classification. Agric.
Handb. No.210, SCS-USDA, Washington.
Paul A.
DeBarry., 2004. Watersheds: Processes, Assessment, and Management.
(Rayes 2006). Rayes, Luthfi, (2006), Metode
Inventarisasi Sumber Daya Lahan, Andi Yogyakarta.Riduwan, (2004), Metode
dan Teknik Menyusun Tesis, Alfabeta, Bandung.
Tidak ada komentar